mpin adalah sebagai penegak hukum agar pelanggaran dapat terhindar dan masyarakat mendapat petunjuk yang benar. Karena beratnya peran yang diemban, seorang pemimpin haruslah seseorang yang berilmu, bertakwa, saleh dan cerdas. Selain itu, seorang pemimpin hendaknya dipilih oleh Ahl Halli wal Aqdi sebagai wakil dari masyarakat. Ahl Halli wal Aqdi adalah mereka yang mempunyai kelebihan dan keutaman sifat diantara masyarakat lainnya.
Beberapa Ulama juga menambahkan sifat-sifat lain yang seyogyanya dimiliki oleh seorang pemimpin. Imam al-Ghazali contohnya, beliau menekankan pentingnya sifat adil bagi pemimpin. Menurut beliau, pemimpin harus adil dan menjauhkan diri dari tirani dan keberpihakan kepada kaum yang berkepentingan. Tidak hanya itu, keadilan pemimpin haruslah disertai dengan tekad yang tinggi untuk membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Ulama Sebagai Penasehat dan Pengingat Penguasa
Al-kisah, Sulaiman Bin Abdul Malik, sang penguasa bani Umayyah pernah menemui Imam Abu Hazim al Makhzumi( seorang tokoh tabiin). Lantas sang penguasa bertanya,“ Wahai Abu Hazim, apa sebab kami membenci kematian?” Beliau menjawab,“ Karena kalian telah memporak-porandakan kehidupan akhirat dan membangun megah kehidupan dunia. Sehingga berpindah dari tempat yang tertata megah ke tempat yang hancur porak-poranda.” Demikianlah contoh Ulama sejati. Sosok yang menasehati dan mengingatkan para penguasa yang lupa akan kehidupan akhirat.
Banyak sekali percakapan antara Ulama dan penguasa yang terekam oleh sejarah. Seperti Imam Muhammad Bin Ka’ ab al Quradhi( seorang tabiin) yang pernah menasehati Khalifah Umar Bin Abdul Aziz atau Imam Ibnu Sammak yang menasehati Khalifah Harun al Rasyid tentang betapa tidak berharganya harta dunia. Semua kisah ini menunjukkan peran sentral Ulama sebagai pengingat pemimpin agar tidak menyimpang dalam menjalankan kewajiban terhadap rakyatnya. Dan tentunya, peran ini tidak perlu diakui oleh jabatan politik resmi dari Negara. Ulama dan Politik Ada yang berpendapat bahwa politik itu ibarat rumah. Rumah ini dihuni oleh beberapa orang untuk mengurus tiap ruangnya. Nah, para pengurus ini dipilih oleh masyarakat. Tentunya, rakyat ingin agar rumah ini menjadi bersih agar
Foto Istimewa
HADAF 15
membawa kemanfaatan bagi hidup dan menciptakan kedamaian serta keadilan.
Tapi tatkala rumah menjadi kotor, bahkan para pengurus pun berubah menjadi‘ tikus berdasi’, saat seperti inilah diperlukan seseorang yang berani masuk dan membersihkan rumah tersebut. Namun pertanyaanya, haruskah Ulama turun tangan untuk masuk lantas membersihkan rumah sekaligus‘ membabat habis’ para tikus berdasi? Contoh Sikap Beberapa Ulama KH. Hasyim Asy’ ari merupakan contoh Ulama yang tidak terjun ke ranah politik praktis. Meski demikian, beliau dikenal sebagai spiritual leader bagi banyak tokoh di Indonesia. Misalnya Jendral Sudirman dan pemimpin organisasi-organisasi Islam di Indonesia seperti NU, MIAI( Majlis Islam A’ la Indonesia) dan Masyumi. Mereka tak hanya aktif dalam organisasi, namun peran beliau bagi kemerdekaan juga tak bisa dipungkiri. Sebut saja Resolusi Jihad yang berupa tausiyah beliau saat perkumpulan Kyai NU se-Jawa Madura.
Dari sikap beliau menunjukkan bahwa indenpendensi Ulama dan pesantren sangatlah diperlukan. Mereka tidak terjun ke politik praktis, agar tidak terjadi perpecahan antar Ulama dan umat akibat conflict of interest( konflik berkepentingan). Mereka memilih untuk mempersiapkan masyarakat yang dapat memahami dan menerapkan sistem politik Islam serta menyiapkan kader-kader politikus yang memegang teguh prinsip politik Islam.
Tapi, ada juga Ulama yang merangkap politikus handal seperti KH. Agus Salim. Beliau merupakan salah satu perumus Pancasila, anggota BPUPKI dan PPKI. Masih banyak lagi figur Ulama nusantara yang juga mahir dalam berpolitik, sebut saja KH. Wahab Hasbullah, anggota kontituante. Lalu ada KH. Wahid Hasyim, salah satu perumus pancasila dan masih banyak figur Ulama kita yang juga merupakan pendiri bangsa bersama negarawan lain.( Lakalkul)