Al-Islam Magazine Mei 2014 | Page 25

yang hidup telantar, yang yatim/piatu ditinggal justru malah membanggakan kekayaan kita orang tuanya, yang mengalami kesulitan rezeki, bahkan kepada saudara-saudara dan tetangga di lalu kita mengayomi mereka, melindungi mereka, kampung yang hidupnya miskin dan fakir sempur- bahkan mungkin mengambil mereka sebagai na. Apabila mereka datang meminta bantuan “anak-anak kita” dan memperlakukan mereka sedikit pinjaman, kita jadi pongah bagai raja, lalu seperti anak-anak kandung kita, mendidik dan mengkhotbahi mereka berjam-berjam … membu- membebaskan mereka dari peluang ketertin- at mereka makin merasa rendah, terhina dan dasan. malu, dan pulang kecewa tanpa mendapat apaapa. atau memberi makan di masa-masa kelaparan, Mengingat satu cerita orang tua, tentang kebia- saan di kampung zaman dahulu. Orang-orang tua (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, mewariskan pesan, apabila ada pengemis yang atau kepada orang miskin yang sangat fakir datang, keluarga diminta selalu bergembira menerima mereka, diminta untuk mengajaknya masuk ke dalam rumah, memberinya makan ter- Ayat ini juga dengan lantang bicara tentang mem- lebih dahulu sampai kenyang, dan memberikan beri makan di masa-masa kelaparan. Frasa “masa hajat apa yang mereka minta, semampunya. Pa- -masa kelaparan” menggambarkan situasi krisis dahal, kita tentu tahu, kehidupan orang-orang tua global yang meliputi sekelompok orang atau dahulu jauh dari cukup, rumah pun tak jarang masyarakat luas. Bukankah sesungguhnya saat ini masih beratapkan daun rumbia. Sejatinya mereka kita berada dalam aneka ragam krisis berkepan- juga dirundung hidup dalam kekurangan. Namun jangan yang menyebabkan masyarakat miskin kita melihat, jiwanya … selalu merasa berada da- makin banyak dan makin menderita? lam keberlimpahan. Subhanallah ... Penempuh jalan mendaki yang jadi sasaran bicara ayat itu adalah mereka yang juga mengalami kondisi kelaparan. Ya, tentu saja, ketika ia memilih Hanya dengan begitu untuk membantu orang lain, sementara dirinya kamu termasuk orang yang beriman pun juga tengah merasakan kelaparan, pastilah dan saling berpesan untuk bersabar dan berkasih sebuah pilihan yang sulit – jalan yang sangat- sayang. sangat mendaki. Sekalipun memang sukar, akan tetapi dengan jalan begitulah ruhani kita akan tumbuh dalam keimanan. Apatah lagi jika hidup kita serba berkecukupan. Kalau kita mau menghisab diri, bisa jadi tanpa kita sadari banyak sekali pembelanjaan dan pengeluaran hidup kita yang sebenarnya tergolong siasia, tak bernilai sama sekali disisi Allah SWT. Budaya hedonisme dan komsumtif telah merenggut akal sehat kita. Tanpa punya rasa malu. Kita al-Islam.my.id | Ed