Three Kingdom General test

House of Khilafah Confessions of an Economic Hit Man (Pengakuan seorang Preman Ekonomi) : Indonesia Target Penghancura Contributed by Redaksi Monday, 31 October 2005 Last Updated Friday, 23 January 2009 Confessions of an Economic Hit Man (Pengakuan seorang Preman Ekonomi) : Indonesia Target Penghancuran Fadli Zon : munculnya buku karya Perkins ini menunjukkan bahwa teori konspirasi yang selama ini dianggap isapan jempol, khususnya di Indonesia, menjadi suatu kenyataan. Buah karya dari negeri Paman Sam itu, ternyata ludes, bak kacang goreng. Dua ratus eksemplar yang dimasukkan Trisera dari AS, setelah dibagi keempat toko buku yang masih satu grup dengan Gramedia, habis hanya dalam waktu satu hari. Padahal, harganya tergolong “wah― bagi kebanyakan orang Indonesia, yakni dua ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus rupiah per buku. Buku ini sempat menghebohkan dunia, terutama di AS. Isinya, pengakuan Perkins tentang sepak terjangnya saat menghancurkan negara-negara dunia. Teori konspirasi bukan lagi isapan jempol, tapi suatu kenyataan. Buku yang kini sedang menjadi buah bibir masyarakat dunia itu tak lain adalah Confessions of an Economic Hit Man buah pena John Perkins. Berrett-Koehler Publisher Inc, sebuah penerbit buku-buku ternama yang menerbitkan buku ini mengaku tidak memiliki sangkut paut apapun dengan korporasi besar dan pemerintah AS saat menerbitkannya. “Sekarang sudah habis. Tapi kalau mau beli, tunggu sebulan lagi. Kalau tidak ada hambatan, buku itu baru ada lagi bulan September. Bahkan kemungkinan besar pada bulan itu sudah ada buku terjemahannya,― kata salah seorang karyawan Trisera, saat ditelepon SABILI. Beruntung SABILI mendapatkan buku tersebut dari seseorang yang membelinya di salah satu toko buku di Singapura beberapa waktu lalu. Tak ada yang membantah bahwa buku adalah salah satu referensi utama dalam menulis, tak terkecuali bagi SABILI. Untuk kebutuhan referensi itulah, pekan lalu, SABILI mengontak toko buku Trisera, salah satu anak perusahaan Gramedia Grup. Dengan menelepon langsung toko buku yang menjual buku terbitan Berrett-Koehler Publishers Inc, San Fransisco, Amerika Serikat (AS) yang jadi best seller itu, SABILI berharap bisa memperolehnya. “Independensi ini menyebabkan Berrett-Koehler tidak terafiliasi dengan pihak-pihak yang bisa menekan kami untuk keep quiet,― kata Senior Managing Editor Berrett-Koehler, Jeevan Sivasubramaniam, menjawab pertanyaan melalui e-mail sebuah harian yang terbit di Jakarta. Buku yang membuat heboh dunia ini terbilang unik. Jika kebanyakan buku ditulis oleh para pengamat atau orang ketiga, namun buku ini langsung ditulis oleh seorang “pelaku― atau “pemain― nya sendiri. Isinya pun terbilang “luar biasa mengungkap pengakuan tentang sepak terjang Perkins sebagai economic hit man (EHM) yang berusaha menghancurkan negara-negara lain selama lima belas tahun. Pada 1971, Perkins direkrut Chas T Main, sebuah firma konsultan asal Boston. Di firma itu, jebolan fakultas ekonomi ini, diangkat sebagai kepala ekonomi yang memimpin 50 orang staf. Chas T Main sendiri memiliki sekitar dua ribu orang pegawai. Perkins dan sejumlah temannya memiliki sebutan sebagai economic hit man atau pembunuh ekonomi. Mereka bertugas di bawah Pengawasan Dewan Keamanan Nasional atau National Security Agency (NSA), salah satu lembaga keamanan dan intelijen terkemuka di AS. Ia seorang konsultan “istimewa“. Posisinya tidak hanya sekadar mengegolkan kesepakatan bisnis negara-negara berkembang atau dunia ketiga dengan AS, tapi juga membangun kerajaan imperium AS di dunia. Perkins berusaha menciptakan situasi, dimana semakin banyak sumber penghasilan mengalir ke AS atau ke perusahaan-perusahaan milik AS. Buku ini juga menceritakan, imperium itu dibangun bukan melalui persaingan yang sehat dan jujur, tapi dengan caracara yang kotor. Mereka melakukannya melalui manipulasi ekonomi, kecurangan, penipuan, seks, merayu orang untuk mengikuti cara hidup Amerika dan lainnya. Tugas utama Perkins adalah membuat kesepakatan untuk memberi pinjaman ke negara lain, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Ia mengaku pernah menjalankan kebijakan ini di sejumlah negara dunia, seperti Indonesia dan Ekuador. Dalam kesepakatan antarnegara itu, ia berusaha menekan negara-negara lain agar memberikan 90 persen dari pinjamannya kepada perusahaan-perusahaan AS, seperti Halliburton atau Bechtel. Kemudian perusahaan-perusahaan AS tersebut akan masuk membangun sistem listrik, pelabuhan, jalan tol dan lainnya di negara-negara berkembang. Masih dalam buku itu, setelah mendapatkan utang, AS akan memeras negara tersebut sampai tak bisa membayarnya. Dengan alasan itu, barulah AS akan mendesak negara-negara lain untuk menyerahkan sumber kekayaan alamnya, seperti minyak, gas, kayu, tembaga dan lainnya ke AS. Bagaimana jika negara-negara itu menolak? Perkins menyatakan, mereka bisa saja dibunuh. Ini bukan isapan jempol. Dua tokoh dunia, yakni Presiden Panama Omar Torijos dan Presiden Ekuador Jaime Rojos dibantai karena menolak kerja sama dengan AS. Perkins meyakini, jatuhnya pesawat yang ditumpangi Torijos tahun 1981, dilakukan Jackals, satuan dari dinas intelijen CIA, disebabkan Torijos menolak proposal proyek pembangunan Terusan Panama dari Bechtel. Untuk proyek tersebut, Torijos ternyata lebih memilih kontraktor asal Jepang ketimbang Bechtel. Terbitnya buku Confession of an Economic Hit Man karya Perkins ini sontak mengundang komentar kritis dari para pengamat politik dan ekonomi Indonesia. Satu di antaranya datang dari pakar ekonomi asal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Revrisond Baswir. Pengamat ekonomi yang berada di garda terdepan dalam mendorong ekonomi kerakyatan itu menganggap, buku ini semakin mempertegas tesisnya selama ini bahwa utang (pinja ????V"?VvW&???????B?Vv&??Vv&&W6"???GG???????f??#B??&r?vW&VB'??????vV?W&FVC?rfV''V'??#2?S?0???