Live in sebagai proses belajar
hidup bermasyarakat
Oleh: Mr. Andry Hermawan
Guru Sosiologi pada SMA St, Peter Jakarta
K
ata ‘live in’ dapat diartikan sebagai ‘tinggal
di dalam’. Dalam konteks kehidupan sosial,
live in dimengerti sebagai
tinggal bersama, merasakan
bersama dan mengalami
bersama. Live in diwujudkan
dalam bentuk kegiatan bersama
dengan orang-orang yang
memiliki kondisi yang berbeda.
Biasanya kegiatan ini dilakukan
oleh orang-orang yang memiliki
tingkat kehidupan yang mapan.
Mereka memiliki kerinduan untuk
mengalami kesulitan hidup orang
lain, sehingga dapat belajar untuk
hidup lebih baik. Pada dasarnya
live in dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup peserta,
sehingga diharapkan setelah menjalaninya akan
ada perubahan-perubahan tertentu dalam
perilaku kesehariannya.
Live in memiliki peran yang besar dalam proses
membangun karakter. Pengolahan pengalaman
selama tinggal bersama masyarakat kecil sering
kali mampu menggugah kesadaran untuk melihat
kekurangan dan kelemahan diri. Pengalaman live
in membuat seseorang untuk membandingkan
situasi dirinya dengan situasi lingkungan live in.
Kesadaran untuk mengubah sikap sering kali
didasari oleh solidaritas dan sikap berbela
rasa. Awalnya hanya sebatas kasian, tapi
kemudian dari rasa
kasian berkembang
menjadi sebuah sikap
turut merasakan situasi
yang dianggapnya sulit.
Dalam situasi sulit itu
biasanya muncul rasa
kurang nyaman, namun
rasa kurang nyaman
itu menjadi berkurang
setelah mengalami
pendampingan dalam
kebersamaan dengan
orang tua tempat
mereka tinggal.
Perasaan didampingi selama situasi sulit
inilah yang membangun sikap diterima,
didampingi dan disayangi. Karena itu
tidaklah mengherankan jika live in mampu
membangun kesadaran akan pengungkapan
nilai-nilai manusiawi dalam kesederhanaan.
Sederhana itu indah karena mampu
membentuk daya kreatif dan ketulusan
untuk melakukan sesuatu bagi orang
lain. Sebuah sikap biasa yang tampaknya
menjadi sesuatu yang sulit untuk ditemui di
kota besar seperti Jakarta.***
29