Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 86
MAWAR MERAMBAT
KE MANA-MANA
Karier anggota Tim Mawar tetap hidup walau tersendat.
Sebagian bekerja di lingkungan Prabowo.
84
P
dengan
komandan penculiknya
itu tak disangka Nezar
Patria. Sebagai jurnalis
Tempo, ia mengirim surat permohonan wawancara kepada Prabowo
Subianto pada April 2003. Seorang
utusan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu
menghubunginya, mengaku dari
Grup Nusantara Energy.
Penelepon mengatur waktu dan
tempat wawancara, yakni di Hotel
Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Nezar memutuskan datang bersama koleganya, Iwan Setiawan. Di
hotel itu, sebelum bertemu dengan
Prabowo, mereka diterima Bambang Kristiono. Nezar mengenali lelaki itu komandan Tim Mawar yang
dibentuk Kopassus untuk menculik
sejumlah aktivis pada 1997-1998.
Pada 1997, ketika Nezar diculik
dari tempat tinggalnya, Bambang
adalah komandan Batalion 42 Grup
IV Kopassus. Nezar mengisahkan
pertemuan itu kaku. Keduanya ki-
ERTEMUAN
84 |
| 1 APRIL 2012
kuk. Ia masih mengingat, Bambang
berbasa-basi: ”Sekarang jadi jurnalis, ya?”
Menurut Nezar, Bambang bercerita pada saat itu bergabung dengan
PT Tribuana Antarnusa, anak perusahaan Grup Nusantara Energy
milik Prabowo. Perusahaan ini memiliki feri yang melayani trayek Merak-Bakauheni. Bambang duduk sebagai direktur utama. Satu jam menunggu Prabowo, mereka tak menyinggung soal penculikan.
Bambang Kristiono meninggalkan dinas tentara begitu Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan vonis 22 bulan penjara pada
1999. Ia dinyatakan terlibat penculikan dan dipecat. Empat anggota Tim Mawar, yaitu Fauzani Syahril Multhazar, Yulius Selvanus, Untung Budi Harto, dan Nugroho Sulistyo Budi, dihukum 20 bulan penjara. Mereka juga dipecat.
Tiga anggota tim itu, yakni Dadang Hendra Yudha, Djaka Budi
Utama, dan Fauka Noor Farid, diku-
Sidang
pengadilan
sebelas
anggota
Kopassus
yang
terlibat
kasus
penculikan
aktivis,
1999.
Thukul:
Tim
Mawar-
rung 16 bulan. Adapun Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi divonis penjara setahun.
Mengajukan permohonan banding,
vonis Fauzani, Yulius, Untung, dan
Nugroho diringankan menjadi 3036 bulan tanpa pemecatan. Sisanya
tetap dengan vonis semula.
Karier para prajurit itu terhenti.
Tapi kartu mereka mulai hidup sejak
2005. Fauzani, misalnya, pada 2007
dipromosikan menjadi Komandan
Komando Distrik Militer Jepara dengan pangkat letnan kolonel. Nugroho menjadi Komandan Kodim Semarang pada 2009. Adapun Untung
menjadi Kepala Staf Kodam XVI/Pattimura.
Dadang juga dipromosikan menjadi Kepala Staf Brigade Infanteri 16/
Wira Yudha, Kodam V Brawijaya.
Sebelumnya, ia menjadi Komandan
Kodim 0801 Pacitan berpangkat letnan kolonel. Adapun Djaka juga meraih letkol dan menempati posisi
Komandan Yonif 115/ Macan Lauser
Aceh pada 2007.
Chairawan Nursyiwan, Komandan Grup 4 Sandi Yudha, pun terseret. Baru pada 2005, karier lulusan
Akademi Militer 1980 ini bergerak.
Ia diangkat menjadi Komandan Korem 011/Lilawangsa di Aceh. ”Hampir tujuh tahun ia disembunyikan
agar tidak menimbulkan resistansi publik,” kata seorang pensiunan
jenderal.
Ia kemudian menjadi kepala pos
wilayah Aceh Badan Intelijen Negara berpangkat brigadir jenderal. Pada Mei 2010, Chairawan dipromosikan menjadi Kepala Dinas Jasmani Angkatan Darat di Cimahi, Bandung. Pada akhir tahun
yang sama, ia dipromosikan menjadi Direktur Badan Intelijen Strategis
TNI. Pangkatnya naik menjadi mayor jenderal.
Pensiun sejak pertengahan 2012,
Chairawan aktif berbisnis dan mulai merambah politik. Ia menerima
tawaran mantan panglimanya, Prabowo, masuk ke Partai Gerindra.
Menurut ketua partai itu, Martin
Hutabarat, Chairawan menjadi anggota Dewan Pembina sejak November 2012.
●
TEMPO/RULLY KESUMA
-Wiji