Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 7

W 40 laki cadel itu—ia tak pernah bisa melafalkan huruf ”r” dengan sempurna—dianggap membahayakan Orde Baru. Ia ”cacat” wicara, tapi ia dianggap berbahaya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona. Tapi, bila penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut. Selebaran, poster, stensilan, dan buletin propaganda yang ia bikin tersebar luas di kalangan buruh dan petani. Kegiatannya mendidik anak-anak kampung dianggap menggerakkan kebencian terhadap Orde Baru. Maka ia dibungkam. Dilenyapkan. Tahun ini 15 tahun sudah kerusuhan Mei 1998 kita lewati. Saat itu, sepanjang tanggal 13-15, huruhara luar biasa terjadi di Jakarta. Gedung-gedung dibakar. Penjarahan terjadi di mana-mana. Penembakan mahasiswa Trisa