Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 57
Para Jendral Marah-marah
Buat L.Ch & A.B
Pagi itu kemarahannya disiarkan
oleh televisi. Tapi aku tidur. Istriku
yang menonton. Istriku kaget. Sebab
seorang letnan jendral menyeret-nyeret
namaku. Dengan tergopoh-gopoh
selimutku ditarik-tariknya, Dengan
mata masih lengket aku bertanya:
mengapa? Hanya beberapa patah kata
ke luar dari mulutnya: ”Namamu di
televisi .....” Kalimat itu terus dia ulang
seperti otomatis.
darahku mengalir hangat lagi
setelah puluhan jam sendi
sendi tulangku beku
kurang gerak
Aku tidur lagi dan ketika bangun
wajah jendral itu sudah lenyap dari
televisi. Karena acara sudah diganti.
Aku lalu mandi. Aku hanya ganti baju.
Celananya tidak. Aku memang lebih
sering ganti baju ketimbang celana.
Setelah menjemur handuk aku ke
dapur. Seperti biasa mertuaku yang
setahun lalu ditinggal mati suaminya
itu, telah meletakkan gelas berisi teh
manis. Seperti biasanya ia meletakkan
di sudut meja kayu panjang itu, dalam
posisi yang gampang diambil.Istriku
sudah mandi pula. Ketika berpapasan
denganku kembali kalimat itu
meluncur.
badanku panas lagi
setelah nasi sepiring
sambel kecap dan telur goreng
tandas bersama tegukan air
dari bibir gelas keramik yang kau
ulurkan dengan senyum
manismu
kebisuan berhari-hari
kita pecahkan pagi itu
dengan salam tangan
pertanyaan
dan kabar-kabar hangat
pagi itu
budimu menjadi api
tapi aku harus pergi lagi
mungkin tahun depan
atau entah kapan
akan kuketuk lagi
daun pintumu
bukan sebagai buron
”Namamu di televisi....” ternyata istriku
jauh lebih cepat mengendus bagaimana
kekejaman kemanusiaan itu dari pada
aku.
-11-