Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 38

74 lepas penat. ”Salah satu bartender tempat Taslam minum adalah anggota tim,” kata perwira itu. Penguntitan ini dilakukan beberapa bulan sebelum kerusuhan 27 Juli 1996 meledak. Beberapa hari kemudian, Kepala Staf Bidang Sospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid menyiarkan rilis bahwa Partai Rakyat Demokratik berada di belakang kerusuhan itu. PRD dianggap mendompleng Mega untuk merealisasi people power. Partai yang beranggotakan anak muda berusia 20-an tahun itu sebenarnya baru dideklarasikan lima hari sebelum 27 Juli 1996. Pada saat upacara deklarasi di kantor YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta—hanya sepelemparan batu dari lokasi kerusuhan—Wiji Thukul membacakan selarik puisinya yang terkenal, ”Hanya ada satu kata: Lawan!” Nama Thukul, kata salah satu jenderal pada saat itu, masuk daftar target operasi intelijen. Cap yang dilekatkan pada Jaker yang dipimpin Thukul adalah organisasi penjelmaan Lembaga Kebudayaan Rakyat, organisasi seniman yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Adapun PRD dianggap penjelmaan partai komunis itu. Diburu aparat, Thukul menghilang. Di rumahnya di Kampung Kalangan, Jagalan, Solo, intelijen hanya menemukan Sipon, istrinya. Sang istri belakangan diinterogasi di Koramil Jebres, Solo. Adik kandung Thukul, Wahyu Susilo, juga tak luput dari perburuan. Wahyu diambil aparat pada 31 Agustus 1996 dinihari di kantornya, Solidaritas Perempuan, di Jakarta Timur. Semula Wahyu dibawa ke kantor Badan Intelijen ABRI (BIA) Kalibata, sebelum akhirnya dipindahkan ke shelter Ragunan. Selama 24 jam Wahyu diinterogasi dan digebuki. Telinganya hampir pecah karena ditampar ember seng. Aktivis buruh migran ini dicecar soal keberadaan Thukul dan Daniel Indra Kusuma, aktivis PRD lainnya. Ketika itu, Thukul sudah ke Kalimantan. Thukul memang misterius. Sang 74 | | 1 APRIL 2012 ”Kamu kenal Wiji Thukul? Di mana dia sekarang?” Ketika Nezar tak menjawab pertanyaan itu, buk, buk, sejumlah pukulan melesak di perutnya. ”Kamu kenal Wiji Thukul, kan? Sejauh mana kau kenal dia?” Telungkup setengah telanjang di atas veldbed dengan kaki dibebat kabel, dia tetap tak menjawab. Tangan kirinya diborgol. Matanya dibalut kain. Dari atas, penyejuk udara menyemprotkan angin yang menusuk tulang. Thukul: Tim Mawar- penyair tak pernah menghubungi siapa-siapa ketika berada di satu tempat. Itulah sebabnya, ketika aktivis lain sudah keluar dari tempat persembunyian setelah jatuhnya Soeharto, kabar Thukul tetap tak terdengar. Aktivis PRD menganggap Thukul berada di bawah perlindungan keluarga. Sebaliknya, keluarga menganggap Thukul disembunyikan PRD. Bahkan, ketika Mabes TNI mengumumkan hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira atas mantan Danjen Kopassus Letjen Purnawirawan Prabowo Subianto, berikut persidangan di mahkamah militer soal penculikan aktivis, tak terungkap di mana jejak Thukul dan belasan aktivis lainnya. Ke mana Thukul? Tidak jelas. Sumber Tempo di intelijen menyebutkan Thukul ”dijemput” di Jawa Tengah. Waktunya Mei 1998. Namun pada masa itu pula Thukul sempat menelepon Sipon. Kesimpang-siuran informasi membuat Mugi dan kawan-kawannya membentuk Ikatan Keluarga Orang Hilang pada September 1998. PRD juga membentuk tim pelacak di bawah pimpinan Jacobus Kurniawan. Menurut Jacobus, Wiji ada kemungkinan hilang dalam operasi intelijen besar-besaran yang dilakukan di Solo beberapa pekan sebelum Sidang Umum MPR 1998. Seperti yang terjadi pada Leonardus Gilang, pengamen yang juga aktivis PRD di Solo. Diculik di Solo, mayat Gilang ditemukan di tepi jalan di Magetan, Jawa Timur. Kesimpulan yang mirip dengan temuan Kontras pada April 2000. Pernah muncul desas-desus Thukul sempat ”kembali”. Pada 2006, misalnya, Mugi mendengar kabar ada orang mirip Thukul terlihat di Depok, Jawa Barat. Ketika dicek, orang itu hanya mirip Thukul. Sipon bercerita. Su atu ketika ia pernah menerima telepon dari nomor berawalan 024—kode telepon Semarang. Si penelepon meminta Sipon berhenti mencari Thukul. Tapi Sipon tak menggubris. ”Saya yakin Thukul akan kembali.” ● DOK:REVITRIYOSO HUSODO -Wiji