Tempo Edisi Khusus Wiji Thukul, 13 - 19 Mei 2013 | Page 36

LELAKI DI RUANG INTEROGASI Nama Wiji Thukul berulang kali disebut pada saat Tim Mawar menginterogasi korban penculikan. Sudah lama jadi target operasi. 72 lu, tapi peristiwa itu masih basah di ingatan Nezar Patria. Masih terngiang di telinga aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) itu saat tim penculik menyiksanya bertubi-tubi seraya menanyakan Wiji Thukul. ”Kamu kenal Wiji Thukul? Di mana dia sekarang?” Ketika Nezar tak menjawab pertanyaan itu, buk, buk, sejumlah pukulan melesak di perutnya. ”Kamu kenal Wiji Thukul, kan? Sejauh mana kau kenal dia?” Telungkup setengah telanjang di atas veldbed dengan kaki dibebat kabel, dia tetap tak menjawab. Tangan kirinya diborgol. Matanya dibalut kain. Dari atas, penyejuk udara menyemprotkan angin yang menusuk tulang. Suara-suara itu kembali menghardik. ”Di mana Wiji Thukul?” Yang lain membentak. ”Wiji Thukul yang membuat pamflet-pamflet itu, ya? Sajak Thukul itu sebenarnya bagus, tapi otaknya kotor.” Pertanyaan penculik itu membuat Nezar paham: Wiji Thukul adalah target operasi. ”Mereka tahu betul soal Thukul. Dalam hati saya bertanya, apakah mereka sedang mencari atau sudah menangkap Thukul,” Nezar mengenang. Hari itu, 13 Maret 1998, adalah malam pertama Nezar menghuni tempat penyiksaan. Ia dijemput tentara dari Rumah Susun Klender, Jakarta Timur. Nezar dibawa bersama Aan 72 | | 1 APRIL 2012 Rusdianto. Adapun Mugiyanto dibawa beberapa waktu kemudian. Aan dan Mugi adalah kawan serumah Nezar di Rusun Klender. Mereka baru 10 hari mengontrak di sana. Keempatnya, bersama Petrus Bima Anugerah, adalah aktivis SMID. Mereka adalah sebagian dari sejumlah aktivis yang diculik, juga dinyatakan hilang. Belakangan diketahui, penculik itu adalah anggota Kopassus dari Grup IV Sandi Yudha yang tergabung dalam Tim Mawar. Para aktivis dibawa ke satu tempat yang belakangan dikenal sebagai Pos Komando Taktis (Poskotis) di kawasan Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur. Diculik hampir bersamaan, Nezar satu sel dengan Mugi dan Aan. Namun, karena matanya dibebat kain pekat, mereka hanya bisa mengenali suara. ”Saya mendengar te- Bersama Ariel Heryanto, 1990 (kanan). Nezar Patria riakan Nezar dan Aan sewaktu disiksa,” kata Mugi. Seperti Nezar, Mugi juga dicecar aneka pertanyaan. Dua hari dua malam nama Thukul tak henti disebut, selain Andi Arief, Ketua Umum SMID—organisasi mantel Partai Rakyat Demokratik yang sebelumnya dinyatakan terlarang. Thukul ketika itu adalah Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker), juga berafiliasi dengan PRD. DOK TEMPO/ ADRI IRIANTO L IMA belas tahun berla-