MARKET
“Beberapa
dari perusahaan yang
memiliki
obligasi jatuh
tempo akan
melakukan
refinan
cing dengan
menerbit
an obligasi
baru,”
PIALANG INDONESIA
SECTORAL
Rate yang tetap, depresiasi rupiah yang berlanjut pada volatilitas
membuat pelaku pasar menahan
diri. IBPA-IGSYC (IBPA-Indonesia
Government Securities Yield
Curve) kembali naik sebagai
tanda harga-harga obligasi dijual
lebih murah.
Catatan Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA) volatilitas rupiah
membuat pelaku menunggu.
Aktivitas trading sepi, berlanjut
hingga pekan ketiga Januari.
Perbandingannya, awal tahun
2012 rata-rata volume perdagangan mencapai Rp5,5 triliun per
hari, sementara awal tahun ini
hanya Rp3,4 triliun per hari. Tren
itu terus terjadi hingga pekan ketiga Januari. Volume perdagangan obligasi pemerintah turun
dari Rp3,8 triliun per hari pada
pekan kedua menjadi Rp3 triliun
per haro pada pekan ketiga. Sementara obligasi korporasi turun
dari Rp438 milliar per hari menjadi Rp428 milliar per hari.
Pasar lesu ini seakan menjadi
sinyal buruk issuer. Sebab, ada
estimasi bila akan banyak korporasi membutuhkan obligasi
baru, menyusul tingginya jumlah obligasi korporasi yang akan
jatuh tempo tahun ini. “Beberapa dari perusahaan yang memiliki obligasi jatuh tempo akan
melakukan refinancing dengan
menerbitan obligasi baru,” ujar
Senior Economist Indo Premier
31
Securities, Seto Wardono.
Data Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI), dari 312 seri
obligasi korporasi yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia, sebanyak 63 seri senilai Rp22,23 triliun
akan jatuh tempo pada tahun ini.
Korporasi yang bakal gencar
menerbitkan surat utang diperkirakan berasal dari sektor multifinance, konstruksi dan infrastruktur, konsumer, ritel, pembiayaan
mikro, properti dan industrial estate. Permintaan domestik yang
makin kuat terhadap produk dan
jasa sektor-sektor itu membuat
korporasi gencar mencari dana
segar untuk ekspansi. Pilihan
pada obligasi juga diakibatkan
tren suku bunga kredit perbankan yang terus meningkat.
Menurut Seto, inflasi tahun ini
bisa berada di angka 5,77 persen.
Pemicunya adalah kenaikan tarif
dasar listrik (TDL) yang diperkirakan menyumbang 0,5 persen,
sementara sisanya dari kenaikan
Upah Minimum Pekerja (UMP)
dan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). “Dampaknya investor
akan mengantisipasi kenaikan
inflasi tersebut sehingga yield
obligasi akan naik,” katanya.
Kombinasi kebutuhan korporasi, inflasi dan sepinya likuditas diprediksi bisa mendongkrak
yield obligasi korporasi, setidaknya akan lebih tinggi dibanding
tahun lalu. Terlebih yield SUN diEDISI 6 FEBRUARI 2013