Pialang edisi 6 februari 2013 | Page 21

TOP STORY STRATEGI EMITEN HADAPI RUPIAH M ei tahun lalu rupiah yang tiba-tiba terdepresiasi hingga 4% secara bulanan terhadap dollar Amerika Serikat sempat membuat gaduh industri keuangan. Bank sentral kala itu menengarai tekanan terhadap akibat pelarian valuta asing oleh perbankan yang kelimpahan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Dari situlah kemudian untuk pertama kalinya, Bank Indonesia (BI) merilis operasi pasar untuk valas agar perbankan terhindar dari net open position atau sebuah posisi yang membuat bank dikenai sanksi karena menyimpan valas. Cerita di pasar saham waktu itu, depresiasi turut menekan kinerja saham di lima sektor usaha emiten. Yaitu jasa dan perdagangan, industri dasar, aneka industri, manufaktur, dan keuangan. Data Bloomberg menyebut, koefisien korelasi antara penurunan rupiah terhadap kinerja lima indeks sektoral tersebut berkisar 0,42 hingga 0,55. Semakin besar angka koefisien mencerminkan risiko yang besar antara kinerja harga saham emiten dengan pergerakan nilai tukar rupiah. Sentimen negatif muncul karena depresiasi rupiah menciptakan sentimen negatif di kalangan investor. Kinerja emiten-emiten dianggap akan tertekan oleh eksposur bisnis yang terkait dengan dollar Amerika Serikat. Entah itu dari sisi biaya impor bahan baku, atau beban utang dalam denominasi dollar AS. Secara kasat mata, sektor atau emiten yang berpotensi tertekan oleh pelemahan rupiah dapat mudah ditemukan. Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia memperkirakan depresiasi rupiah pada awal kuartal I tahun ini akan mendongkrak biaya produksi. “Selama ini, 95% bahan baku produsen farmasi di Indonesia masih diimpor. Biaya produksi, khususnya biaya bahan baku, akan berpengaruh jika rupiah PIALANG INDONESIA 21 EDISI 6 FEBRUARI 2013