TOP STORY
dan pertambangan harus mulai memperbaiki nilai tambah produk-produknya. Tahun lalu, pemerintah sudah menyadari hal
ini dengan melarang ekspor mentah atau
ore hasil tambang mineral.
Pada sisi impor, tren penurunan lifting minyak rupanya tidak diimbangi hemat konsumsi bahan bakar murah (BBM)
subsidi. Akibatnya, impor BBM semakin
menambah nilai impor yang sebelumnya
sudah dijejali barang modal dan bahan
baku. BBM menjadi aktor antagonis dari
tingginya impor yang diperkirakan mencapai US$190 miliar pada 2012. BBM oleh
Bank Indonesia juga disebut sebagi biang
pelemahan nilai tukar rupiah karena kebutuhan dollar AS Pertamina untuk impor
mencapai sepertiga kebutuhan dollar
PIALANG INDONESIA
secara nasional.
Untuk menekan konsumsi, wacana kenaikan atau bahkan penghapusan subsidi BBM sayup-sayup mulai mendapat
dukungan publik. Adanya dugaan praktik lobi-lobi industri otomotif untuk menggagalkan rencana itu semakin membuat
publik yakin bahwa subsidi BBM memang
tidak tepat sasaran. Pada sisi lain, BI dan
Kementerian BUMN sudah menyepakati
Pertamina tidak boleh langsung membeli
dollar di pasar, melainkan melalui Bank
Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI.
Pelemahan rupiah juga bisa terjadi
karena dangkalnya sektor keuangan.
Ini pernah terjadi, ketika kebijakan menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di
perbankan dalam negeri pada 2011 tidak dimbangi oleh kesiapan infrastruktur pasar. Akibatnya dalam semalam
sekitar US$2 miliar menguap ke
pasar uang luar negeri. BI lantas merilis operasi pasar valas
pertama sebagai solusi pada
Mei 2012, meskipun pada
akhirnya banyak pemilik DHE
15
EDISI 6 FEBRUARI 2013