Pialang edisi 6 februari 2013 | Page 15

TOP STORY dan pertambangan harus mulai memperbaiki nilai tambah produk-produknya. Tahun lalu, pemerintah sudah menyadari hal ini dengan melarang ekspor mentah atau ore hasil tambang mineral. Pada sisi impor, tren penurunan lifting minyak rupanya tidak diimbangi hemat konsumsi bahan bakar murah (BBM) subsidi. Akibatnya, impor BBM semakin menambah nilai impor yang sebelumnya sudah dijejali barang modal dan bahan baku. BBM menjadi aktor antagonis dari tingginya impor yang diperkirakan mencapai US$190 miliar pada 2012. BBM oleh Bank Indonesia juga disebut sebagi biang pelemahan nilai tukar rupiah karena kebutuhan dollar AS Pertamina untuk impor mencapai sepertiga kebutuhan dollar PIALANG INDONESIA secara nasional. Untuk menekan konsumsi, wacana kenaikan atau bahkan penghapusan subsidi BBM sayup-sayup mulai mendapat dukungan publik. Adanya dugaan praktik lobi-lobi industri otomotif untuk menggagalkan rencana itu semakin membuat publik yakin bahwa subsidi BBM memang tidak tepat sasaran. Pada sisi lain, BI dan Kementerian BUMN sudah menyepakati Pertamina tidak boleh langsung membeli dollar di pasar, melainkan melalui Bank Mandiri, Bank BNI dan Bank BRI. Pelemahan rupiah juga bisa terjadi karena dangkalnya sektor keuangan. Ini pernah terjadi, ketika kebijakan menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan dalam negeri pada 2011 tidak dimbangi oleh kesiapan infrastruktur pasar. Akibatnya dalam semalam sekitar US$2 miliar menguap ke pasar uang luar negeri. BI lantas merilis operasi pasar valas pertama sebagai solusi pada Mei 2012, meskipun pada akhirnya banyak pemilik DHE 15 EDISI 6 FEBRUARI 2013