TOP STORY
M. Nazaruddin
Mantan Bendahara Partai Demokrat
miliar, PT Exartech Technology Utama 150 juta lembar
saham senilai Rp124,1 miliar, PT Pacific Putra Metropolitan
100 juta lembar saham senilai Rp75 miliar dan PT Darmakusuma sebanyak 55 juta lembar saham seharga Rp41
miliar rupiah.
Niat hati mendapat untung besar, namun apa daya sial
didapat. Nilai saham Garuda yang digembar-gemborkan
bisa melambung ke level Rp1.000, justru terperosok ke
level Rp600. Nazar pun dibuat murka dan meminta agar
uang yang sudah dipakai untuk membeli saham-saham
tersebut dikembalikan. Alasannya, uang itu merupakan
saweran dari kawan-kawannya di DPR. “Kalau tidak, saya
akan laporkan ke polisi,” begitu ancaman Nazar kepada salah
seorang direksi sekuritas, yang merupakan agen tempatnya
membeli saham. Tentu saja permintaan tersebut ditolak mentahmentah.
Perilaku Nazar merupakan salah satu contoh nyata bagaimana lantai bursa sudah secara terang-terangan dipergunakan
sejumlah politisi sebagai mesin uang guna kepentingannya.
Saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Nazarudin mengaku pembelian tersebut merupakan perintah dari koleganya
sesama politikus Demokrat, dengan tujuan sebagai mesin uang
partainya nanti.
Sebelumnya, IPO PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS) juga telah
menjadi bancakan bagi sejumlah politisi guna mengeruk keuntungan. Permainan dalam kasus ini bahkan jelas terlihat dari murahnya harga yang ditawarkan pada saat initial public offering
(IPO) dan alokasi penjatahan yang tertutup. Ini menjadi contoh
bagaimana para politisi di antaranya menggunakan proses
IPO sebagai wahana mencari uang dengan mudah. Ini cocok
dengan kebiasaan bahwa penjatahan saham IPO saat ini cenderung tertutup dan mudah diberikan kepada nasabah dengan
PIALANG INDONESIA
12
EDISI 14 OKTOBER 2013