PARAS - March 2016 Edition electronic trial version | Page 33

darikami pribadi kita, namun karena organisasi besar kita tempat bernaung sehingga pengakuan itu masih ada. Selama kita masih bekerja di perusahaan, tak peduli di unit mana saat ini bertugas, pengakuan pada diri kita akan tetap melekat. Pertanyaannya, masih adakah pengakuan ketika kita sudah tidak bergabung di perusahaan sekarang?
Teman saya telah merasakannya. Begitu dia resign dan memasuki dunia baru seperti bekerja atau mencoba berwirausaha, justru kebutuhan akan pengakuan diri semakin jauh dan hampa. Orang-orang yang dulu memuji, satu persatu mulai mengabaikannya, meskipun tidak semua. Dia mulai memahami bahwa orang-orang yang selama ini berhubungan pada umumnya didasarkan pada kepentingan dengan perusahaan tempat bekerja yang lama. Selama kepentingannya bisa dipenuhi, orangorang luar ini akan sangat membutuhkan kita. Tapi begitu kita sudah bukan bagian dari perusahaan lama, bagi mereka kita sudah dianggap sama.
Meskipun kurang menyenangkan, yakinlah bahwa tempat bekerja kita pada dasarnya tempat terbaik kita memiliki pengakuan diri dibanding tempat bekerja yang baru. Perbaikan diri dalam cara bekerja, cara berhubungan dan komunikasi dengan sesama karyawan adalah pilihan yang lebih realistis dibanding memiliki resign karena alasan ini.
Yang dimaksud alasan resign pada tulisan ini bukan alasan verbal yang akan disampaikan ke perusahaan tempat kita bekerja, tapi alasan sejujur-jujurnya yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam. Alasan verbal kalau hanya sekadar agar keinginan resign-nya bisa disetujui perusahaan, banyak dan bisa kita hapal dan tulis. Alasan seperti tidak ada karir, gaji kecil, ikut suami( untuk perempuan) dan banyak alasan lain bisa kita ungkapkan. Tulisan ini hanya mengingatkan bahwa alasan kebutuhan pengakuan diri kurang tepat sebagai alasan kita resign. Carilah alasan yang bisa menjawab keinginan hati itu.
JIKA TETAP INGIN RESIGN
Yang paling utama dari keputusan untuk tetap resign dari perusahaan tempat kita bekerja justru persiapan diri. Persiapan diri terdiri dari kesiapan ekonomi khususnya keuangan dan kesiapan psikologis.
Kesiapan ekonomi khususnya keuangan menjadi prioritas utama. Pertimbangkan bahwa setelah kita resign, tabungan ataupun uang pesangon cukup untuk membiayai dapur dalam kurun waktu tertentu. Sisihkan sebagian uang tabungan atau pesangon itu untuk biaya dapur 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Yakinlah bahwa di tempat yang baru apakah sebagai karyawan atau wiraswasta, kita adalah orang baru. Sangat sedikit yang masih peduli pada situasi kita. Sebagai orang yang terbiasa dalam zona nyaman yaitu gajian tiap bulan, menjadi wirausaha pada dasarnya memasuki dunia ketidakpastian. Kehati-hatian dalam mengelola cadangan keuangan menjadi faktor penentu kita bisa selamat setelah resign.
Kesiapan psikologis pada dasarnya adalah kesiapan mental kita ketika memutuskan resign. Banyak kondisi dan situasi yang akan kita temui. Kondisi psikologis pada anak dan istri kita ketika kita sudah tidak bekerja formal menjadi penting untuk dipersiapkan. Demikian juga kondisi eksternal yaitu lingkungan kita, komentar tetangga yang kadang kala membuat kita menjadi kurang nyaman. Tidak semua orang bisa memahami seseorang dari BUMN besar memutuskan resign. Anggapan ada masalah dalam bekerja sering menjadi faktor yang lebih dibicarakan dibanding penjelasan yang kita miliki.
Jika kita tidak segera menemukan tempat bekerja yang baru setelah resign, secara mental juga akan sangat mempengaruhi diri kita. Demikian juga jika kegiatan berwirausaha tidak segera berjalan. Kebiasaan-kebiasaan dan gaya hidup yang selama ini kita jalankan tidak mudah untuk kita kurangi, terlebih pada anak dan istri kita. Mental kita akan benar-benar akan diuji. Ingat, begitu kita ke luar, maka kita akan sama dengan orang-orang yang sudah di luar. Penghargaan terhadap diri kita yang dulu begitu mudah didapat ketika kita masih bekerja, semua tidak akan terjadi lagi. Apakah masih tetap ingin resign? •
Paras 33
EDISI MARET 2016