BBM Naik, Harga-Harga Ikut Naik
Istimewa
Setelah menjadi wacana dan menimbulkan polemik berkepanjangan
di tengah masyarakat dalam kurun waktu setahun terakhir, akhirnya
pemerintah resmi menaikkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Per tanggal 22 Juni 2013, harga BBM subsidi jenis bensin premium naik
dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter, dan solar atau diesel juga
naik Rp 1.000 dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter. Akibat kenaikan
BBM bersubsidi ini berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan
pokok di tengah masyarakat, termasuk kenaikan tarif angkutan umum.
Pihak Organisasi Angkutan Darat (Organda) menghitung kenaikan tarif
kendaraan umum sekitar 25-30 persen. Terbukti sebelum dinaikkan
secara resmi, sopir bus dan angkot secara sepihak telah banyak yang
menaikkan tarifnya rata-rata Rp 500-1.000.
Guna mengurangi beban masyarakat, pemerintah menganggarkan
dana kompensasi sebesar Rp 29,4 triliun untuk masyarakat miskin
terkait adanya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Rinciannya,
dana tersebut dialokasikan untuk program Bantuan Siswa Miskin (BSM)
sebesar Rp7,5 triliun, tambahan untuk Program Keluarga Harapan (PKH)
Rp 0,7 triliun, alokasi tambahan untuk program raskin Rp 4,3 triliun,
alokasi untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) Rp 9,7
triliun serta alokasi Program Infrastruktur Dasar sebesar Rp 7,25 triliun.
“Yang paling penting mengawal kompensisasinya,” jelas Menteri ESDM
Jero Wacik. v
Bali Target Konversi BBM ke BBG Berikutnya
Pulau Bali akan menjadi target selanjutnya dalam konversi BBM ke BBG untuk transportasi, demikian dikatakan I Gusti
Nyoman Wiratmadja, Ketua Percepatan EBTKE dan Konversi BBM ke BBG Kementerian ESDM. “Mulai tahun ini Bali koversi
BBM ke BBG,” ucapnya di sela-sela acara pembukaan “The 3rd Gas Data Transparency Conference” di Nusa Dua, Bali (4/6),
kepada Majalah O&G Indonesia. “Programnya kita akan melihat apakah akan memulai dari LGV dulu, karena kita sudah
punya 3 SPBG LGV di Bali,” sambungnya.
Untuk pipanisasi gas antara pulau Jawa dan Bali juga menjadi salah satu prioritas Kementerian ESDM mengingat cadangan
gas yang berlimpah di Selat Madura yang cukup dekat dari Pulau Dewata tersebut. “Di Selat Madura banyak sekali cadangan
gas. Itu sangat potensial, sebagian kita bawa ke Banyuwangi, sebagian ke Madura, sebagian ke Bali yang berjarak kira-kira 100
kilometer,” ungkap pria yang juga Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Kelembagaan dan Perencanaan Strategis ini.
Menurut Wiratmadja, kebutuhan gas di Bali cukup besar terutama untuk listrik dan industri perhotelan. “Selama ini untuk
listrik di Bali masih memakai BBM, sehingga gas kalau dibawa ke Bali akan membuat udara Bali lebih bersih.” tuturnya. “Kita
punya mimpi kalau pipa gas masuk ke Bali maka semua kota di Bali juga bisa disambung dengan pipa gas, sehingga ke rumahrumah kita punya jargas (jaringan gas),” sambungnya.
Terkait pembangkit listrik, Wiratmadja menerangkan untuk pembangkit listrik terbesar di Bali yaitu Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel & Gas Pesanggaran akan segera mengganti bahan bakarnya dari BBM dengan sekitar 30-40 MMSCFD gas.
“Untuk teknologi FSRU juga sudah diwacanakan di Bali. Tinggal hitung-hitungannya aja, karena FSRU itu harga gasnya bisa
antara 14-16 dollar, kalau pakai pipa mungkin jauh di bawah itu, ” tegasnya. Sementara untuk pembangkit listrik tenaga
panasbumi terutama PLTP Bedugul yang mendapat banyak penentangan dari masyarakat Bali, Wiratmadja menjelaskan
sebenarnya potensinya besar sekali dengan cadangan geologi sekitar 450 MW. “Saya sebagai ketua tim percepatan energi
terbarukan inginnya (PLTP Bedugul) tahun depan sudah ground breaking, dan kalau bisa sudah mengalirkan listrik walau skala
kecil,” harapnya. v
&
OG I N D O N E S I A
Edisi 11 Tahun I / 2013
9