Tentunya masalah perbedaan
terjadi di semua negara. Hal
sependapat dilontarkan oleh
Romo Benny. “Ya, kalau masalah
serupa sih, memang terjadi di
semua negara. Tetapi, semua
negara pasti mempunyai kebija-
kan yang berbeda. Maka di semua
negara, contohnya Amerika,
orang negro telah didiskriminasi-
kan oleh orang kulit putih. Tetapi,
orang negro tidak tinggal diam.
Mereka tetap memperjuangkan
persamaan hak hukum, dan
sampai sekarang permasalahan
itu masih kerap terjadi. Di
Afrika Selatan, masalah itu telah
selesai. Karena hukuman yang
keras, maka semakin hari masalah
diskriminasi itu semakin kecil.
Maka sebenarnya praktik per-
bedaan itu di semua negara
ada, tetapi karena kebijakan dan
politiknya non-diskriminatif, maka
permasalahan itu jarang terjadi.
Jadi harusnya negara Indonesia
sama, regulasinya harus jelas,
bahwa masyarakat Indonesia
mempunyai hak dan kewajiban
yang sama, yang mempunyai hak
tidak dibedakan,” jelasnya. Jadi
menurutnya, praktik masalah
perbedaan kerap terjadi di semua
negara, tetapi adanya perbedaan
regulasi yang jelas dan tegas.
Menurut Romo Benny, ia cukup
optimis dengan kebhinnekaan
dalam lima atau sepuluh tahun
ke depan. “Saya optimis, bahwa
kebhinneka tunggal ikaan itu
tidak mungkin tercerai, karena
sejak dulu nenek moyang kita
sudah memiliki kebiasaan hidup
berdampingan. Sejak lahir, sebab
warna kulit kita sudah tercampur.
Tidak ada istilahnya orang Indonesia
asli. Nenek moyang orang Indonesia
sabar, penuh perhatian, dan
prinsipnya non diskriminasi.”
saran dari Romo Benny.
sendiri juga asalnya dari Yunan,
China. Jadi, kebhinnekaan tidak
mungkin lenyap dari Indonesia. Ini
sudah merupakan darah dagingnya.
Namun, negara harus menjaga
dan merawat,serta tegas terhadap
kelompok-kelompok intoleran,
dan ideologi-ideologi pancasila
harus tetap kita amalkan dalam
kehidupan kita sehari-hari,” tutur
Romo Benny dengan santai.
Pesan Romo Benny kepada guru
dan para murid di sekolah, agar
Bhinneka Tunggal Ika dapat
dipromosikan dan supaya meng-
hormati satu sama lain adalah
guru harus memberi contoh yang
baik. “Guru memiliki tanggung
jawab moral, yaitu mengajarkan
tentang nilai-nilai menjadi orang
Indonesia. Kalau pancasila di-
artikan dengan cara berpikir,
bertindak, bernalar, bahwa orang
yang mencintai kemanusiaan itu
mencintai Tuhannya. Orang yang
mencintai Tuhannya Itu tidak
boleh membeda-bedakan orang
secara suku, agama, ras, dan
identitas. Maka guru harus
bijaksana dan menjadi contoh
yang terbuka. Guru harus lembut,
tidak membeda-bedakan, tetapi
dia harus merangkul semuanya.
Maka mengamalkan pancasila
menjadi penting, karena di situ
muncul rasa kebhinnekaan. Maka
pendidik harus menjadikan
pancasila suatu kebiasaan pola
relasinya dengan murid-muridnya.
Harapan Romo Benny terhadap
pancasila dan generasi muda
untuk kedepannya, adalah semoga
generasi muda semakin cinta pada
negara dan bangsanya. “Semoga
generasi muda menjadi anak yang
kreatif, inovatif, dan tidak mudah
menyerah. Maka cintailah Indonesia
dengan cara mencintai keseniannya,
budayanya, dan pancasila itu dalam
hidupmu. Maka jika pancasila di-
jadikan dasar dalam hidup, maka
kita akan mencintai Indonesia.
Dan jadilah generasi muda
yang pekerja keras, inovatif, dan
mencintai pancasila. Janganlah
menjadi generasi muda yang
mudah menyerah, tetapi generasi
mudah yang selalu berjuang, dan
tidak takut melangkah untuk
kepentingan masyarakat yang
adil dan makmur,” tutup lulusan
Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi
(STFT) Widya Sasana Malang
tahun 1996 ini.
Cornellia Stefany W./8A
Felicia Zein C./8A
Isabella Kimberly C./8A
Notre Dame | Januari-Maret 2017
9