Kebhinnekaan: Apakah
Sudah Terealisasi?
Siswa Kelas XII membuktikan wujud kebhinnekaan terealisasi
dengan menggunakan pakaian adat saat ujian praktik
“Siswa dan siswi beserta
guru-guru yang ada di Notre
Dame dapat menerima saya
yang memiliki agama yang
berbeda dengan mereka.”
Akhir-akhir ini, kebhinnekaan telah
menjadi salah satu topik yang sensitif
untuk dibicarakan di Indonesia.
Ketika angin populis kanan meng-
guncang dunia. Berpisahnya Inggris
dari Uni Eropa dan terpilih Donal
Trump di Amerika Serikat. Angin
populis kanan juga berhembus
kencang di negeri kita dan meng-
guncang kebhinnekaan kita.
Apa sih yang dimaksud dengan
kebhinnekaan? “Kebhinnekaan
adalah keberagaman suku, agama,
dan lain-lain yang ada di dalam
suatu kelompok masyarakat, baik
dalam cakupan yang sempit, seperti
sekolah atau antar RT maupun
yang luas, seperti lingkungan ma-
syarakat,” ujar Debby, siswi kelas
X MIA 1 SMA Notre Dame.
Keberagaman SARA (Suku, Ras,
Agama, dan Antar Golongan) telah
menjadi ciri khas bangsa Indonesia
namun tidak semua orang dapat
menerima perbedaan tersebut
dengan lapang dada.
“Keadaan kebhinnekaan di kalangan
masyarakat modern saat ini masih
belum terlalu baik sebab sebagian
masyarakat masih ada yang belum
dapat menerima perbedaan-perbedaan
yang ada di lingkungan sekitar
mereka, dan dalan hal ini yang
paling umum adalah perbedaan
agama,” kata Debby. Arthea, siswi
kelas X MIA 2 SMA Notre Dame
juga menambahkan bahwa semakin
banyak orang yang memanfaatkan
teknologi yang ada dengan salah
dan bersifat apatis, bahkan salah
pengertian karena mudah percaya
dengan hal-hal yang berada di
internet sehingga menyebabkan
perpecahan akibat perbedaan
pendapat.
Baru-baru ini telah terjadi beberapa
kasus yang mencakup penistaan
agama, perselisihan antar golongan,
dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa
diskriminasi antar SARA masih
terjadi di Indonesia. “Sebenarnya,
diskriminasi yang terjadi di masyarakat
tersebut dilakukan oleh orang-
orang yang memiliki pemikiran ter-
tutup. Mereka tidak berpikir bahwa
keberagaman yang ada sebenarnya
mendukung kemajuan bangsa kita
apabila kita saling menerima dan
mendukung,” kata Debby. Arthea
juga menyetujui bahwa masih ada
diskriminasi yang terjadi dan ber-
komentar, “Perlu dipahami bahwa
kita sebagai manusia tidak mungkin
hidup sendirian saja, maka adanya
toleransi itu perlu.”
Jadi, sudah terbukti bahwa diskriminasi
dan perselisihan telah dan masih
terjadi di masyarakat kita. Bagaimana
cara mengatasi situasi tersebut?
“Cara mengatasi diskriminasi di
masyarakat adalah bertoleransi,
mengahrgai, dan tidak takut untuk
belajar lebih banyak lagi juga mau
mengubah pendapat dan pola pikir
kita,” ujar Arthea.
Selain di masyarakat sekitar, tentunya
kita sebagai pelajar harus menerima
dan menghormati kebhinnekaan di
sekolah. Contohnya, Notre Dame
adalah sekolah yang mengajarkan nilai-
nilai agama Katolik, namun juga ada
beberapa murid yang non-Katolik.
Apakah pernah mengalami ketidak-
nyamanan saat bersekolah di Notre
Dame? Debby menjawab, “Tidak.
Menurut saya, siswa dan siswi
beserta guru-guru yang ada di
Notre Dame dapat menerima saya
yang memiliki agama yang berbeda
dengan mereka. Memang, cukup
banyak yang kaget ketika menge-
tahui, walau beragama Budha, saya
aktif mengikuti kegiatan keagamaan
yang diadakan sekolah.”
Kita sebagai generasi muda harus
tetap memperjuangkan persatuan
bangsa dengan mengamalkan
Bhinneka Tunggal Ika setiap hari,
setiap detik, dan di mana saja kita
berada. Mari bersatu!
Regina Beatrix Laisina / X MIA 1
Notre Dame | Januari-Maret 2017
23