ND Magazine 17 NDMag-17 | Page 15

soal sukanya ya... Terutama adalah karena teman-temannya itu gaul, asyik. Banyak juga yang pintar, punya banyak prestasi, baik di akademik maupun non-akademik. Tapi kalau ngomong soal dukanya, kadang sih suka sedih, ya. Ada banyak teman yang tidak mau mengembangkan talentanya, padahal mereka punya potensi yang baik. Sayang banget sih, mereka gak percaya diri dan malas melatih diri, alhasil ya jadi kurang baik. Terus kalau dilihat dari segi guru disini. Buat saya sendiri sih, semua guru disini rata-rata enak, atau biasa saja. Guru yang kurang enak? Menurut saya sih hampir tidak ada.” Jawab anak yang punya hobi berenang ini. Untuk kedepannya, Yuan berharap supaya sekolah kita bisa lebih maju lagi dalam memperjuangkan Bhinneka Tunggal Ika supaya makin adil dan beradab. Lalu, untuk Indonesia, ia berharap di masa yang akan datang, tidak terjadi banyak konflik soal perbedaan yang bertolak belakang dengan Bhinneka Tunggal Ika ini. Terakhir, ia juga berharap agar semua anak muda bisa menggunakan IT dengan baik. Kita ke jenjang yang lebih di bawah, yaitu ke tingkat SD. “Bhinneka Tunggal Ika” sudah pasti mulai dikenakan di jenjang ini. Laurentia Ratna Prabandari, siswi yang kini duduk di bangku kelas 6 SD Notre Dame punya pendapat bahwa semboyan kita harus sudah diajarkan sedini mungkin. “Menurut aku, anak-anak kecil sudah harus dibiasakan hidup bersosialisasi Bandari bersama keluarganya yang memiliki harapan di Notre Dame selalu kompak dalam pergaulan dengan semua orang. Maksudnya, kalau punya teman gak boleh beda- bedain. Semua orang kan martabatnya sama di depan Tuhan.” Sejak 7 tahun sekolah di Notre Dame, anak kedua dari bersaudara ini belum pernah melihat adanya pembeda-bedaan yang menyangkut SARA di sekolah ini. “Selama ini, aku sendiri belum lihat sih ada beda-bedain SARA gitu. Semuanya baik-baik aja. Seandainya ada pun, aku pasti langsung lapor guru supaya bisa ditindak lanjuti nantinya.” Sama hal nya dengan Yuan, Bandari juga punya pengalaman suka duka di sekolah. Misalnya saja seperti diejek, namun masih dalam tingkat wajar. “Kadang-kadang juga aku diejek teman-teman, ada ajalah ini itu. Tapi ya, masih di tahapan wajar, gak berlebihan banget. Aku tetap senang kok sekolah disini, soalnya teman-temannya itu banyak yang seru.” Anak dari pasangan Fransiskus Xaverius Sarijo Kromodimejo dan Rekna Kristiani Rahayu ini berharap selanjutnya, baik di negara ataupun sekolah bisa lebih baik dan kompak lagi, saling menghargai satu sama lain. “Harapan aku sih, semoga di sekolah kita semua bisa makin kompak, gak ada pembeda-bedaan. Negara kita juga supaya lebih damai, gak banyak konflik. Harus lebih menghargai satu sama lain juga. Gitu aja sih.” Tidak hanya Yuan ataupun Bandari, ada lagi Nicholas Brandon Chang yang punya pendapat sama bahwa perbedaan itu wajar dan malah menyatukan. “Buat saya sendiri, perbedaan itu bukan masalah. Sama seperti ‘Bhinneka Tunggal Ika’, malah harusnya itu mem- buat kita jadi lebih dekat.” “Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri juga sudah ditetapkan di sekolah kok. Sekarang buktinya, kita bisa berteman dengan semua teman, tanpa membeda-bedakan, kan? Lagipula misalnya kita main sama temen yang beda agama misalnya, memangnya masalah? Brandon yang memiliki pendapat bahwa perbedaan itu bukan masalah Baik-baik aja kok. Belum tentu yang seiman itu baik, bisa-bisa kadang lebih buruk. “ Jawab anak kedua dari tiga bersaudara ini saat ditanya contoh langsung dari “Bhinneka Tunggal Ika” itu sendiri. Bila masalah geng, kakak dari Anastasia Brenda Chang ini mengatakan, “Kalau soal beda-bedain SARA di sekolah, jadi seperti bentuk-bentuk geng, saya sering lihat itu di TV. Untungnya, 6 tahun saya sekolah disini saya belum pernah mengalami atau melihat hal seperti itu. Itu jadi salah satu alasan saya sekolah disini, semuanya bisa berteman dengan baik, tanpa perlu pembedaan. Selain itu, punya kurikulum dan didikan yang baik, jadi murid- murid jadi belajar menjadi sopan juga, dan yang terakhir, Notre Dame itu tidak memaksa semuanya untuk jadi Katholik. Makanya kita bisa jadi saling menghormati dan menghargai.” “Ya namanya orang, pasti ada alamin suka duka, lah, kalau hidup. Teman- teman saya disini baik dan ramah, gurunya juga bisa mengajar dengan baik dan mudah dipahami. Dukanya sih, kadang-kadang bisa ada permusuhan yang terjadi. Saya harap ke depannya semua bisa membaik. Orang-orang jadi bisa lebih menerima perbedaan, gak banyak yang rasis.” Begitu ungkap anak berkelahiran 18 Maret 2005 ini mengenai suka duka sekolah di Notre Dame dan juga harapan untuk ke depannya. Felicia Zein C. (8A) Isabella Kimberly C. (8A) Cornellia Stefany W. (8A) Notre Dame | Januari-Maret 2017 15