ND Magazine 17 Majalah19 | Page 7

Lalu soal dance,Jacqueline merasa bahwa awalnya ia sama sekali tidak memiliki inspira- si apapun dalam memasuki dunia dance, itu dimulai di usia 4 tahun dan bersifat otodidak. “Gak tau sih ya,emang dari kecil suka joget. Suka ya suka aja,hahaha. Awalnya aku nonton video Jennifer Lopez, aku ubah pake gerakan sendiri, terus jadi suka aja,”katanya. Ketika ditanya tentang idolanya dalam seputar dance sekarang ,ia menjawab Jennifer Lopez dan Alexander Chung. “Aku suka sama Jenni- fer Lopez karena gerakannya yang energet- ic,kalo Alexander Chung,karena auranya sih.” Selama sekolah,menurutnya,prestasi dance yang paling berkesan adalah saat lomba di Regina Pacis saat kelas 2 SMP. “Waktu itu lawannya susah-susah, dateng telat,dan waktu itu hampir di diskualifikasi,tapi juara 1. Sampe udah dipanggil, tapi kita belom nyampe disono. Soalnya pada make up dulu kan di rumah Echi (rekan satu tim dance),a- da yang mandi lah, segala macem deh. Make up nya juga gak jadi-jadi. Akhirnya pas otw, di perjalanan macet. Untungnya ada yang aku kenal di sana, jadi bisa bantuin kita,” jelasnya. Menurut Jacqueline,setiap dancer harus menghargai dan menyukai genre. Tapi untuk Jacqueline sendiri,ia lebih menyukai hip-hop. Setahu Jacqueline, perlombaan dance sudah mulai sedikit menurun. “Tapi,sekarang lebih ke video-video gitu sih,terus nanti di upload ke youtube. Kalo untuk jadi te- nar,orang-orang lebih banyak yang memilih youtube sebagai jalannya. Beda sama zaman dulu. Kalo anak-anak zaman dulu,kalo mau tenar,ikut kompetisi. Nah kalo zaman sekarang beda.”Jacqueline merasa bahwa zaman sekarang,dance sudah menjadi lifestyle. Banyak orang belajar dance cuma buat keren-kerenan,dan semacamnya. “Tapi hal baiknya,sekarang link nya lebih luas. Mereka belajar, bikin club dance, terus dikirim ke luar negeri untuk masuk di tempat belajar dance yang lebih bergengsi,”jelasnya. Jadi pada intin- ya,Jacqueline merasa bahwa secara competi- tion menurun,tapi untuk secara global,dance naik. Menurutnya,sekarang dance sudah dihargai. Mulai kelas 2 SMP,Jacqueline sudah mulai menerima job-job menjadi penari latar. Dulu ia dan teman-teman membuat suatu kelom- pok dance yang dinamai Nerd. Nerd ini beranggotakan 7 orang, semua anggotanya merupakan murid SMP Notre Dame. Nerd yang awalnya merupakan suatu kelompok dance yang hanya membawa nama seko- lah,mulai memutuskan untuk menjadi suatu kelompok dance yang resmi. Tidak hanya itu,Nerd juga mengikuti ajang-ajang perlom- baan dance yang tidak membawa nama seko- lah dan bahkan menjadi penari di acara sweet seventeen. “Awalnya kita ditawarin seorang MC,yang ternyata EO juga. Semua konsep dari kita,kita tinggal dateng terus dance. Nah dari situ,mulai banyak tawaran lainnya untuk jadi dancer di acara sweet seventeen. Gaji per- tama kita waktu itu 150 ribu,dan pada saat itu uang segitu lumayan banget kan,” tuturn- ya. Nerd sendiri diambil dari pencampuran kata ‘Notre Dame Dancer’,’kutu buku’,dan ‘hip-hop’. Mereka berpikir sepertinya keren bahwa tiga kata itu disatupadukan,dan jadilah Nerd. Lulus SMA,Jacqueline sendiri sempat menjadi dancer di suatu acara TV. “Dulu sempet jadi penari latar di suatu program TV. Kalo dulu sih,gajinya masih kecil ya. Rp 500.000,00 itu 4 lagu. Kalau sekarang,bisa sampai Rp 1.000.000,00 lebih. Namun tentunya, hobinya itu tidak mema- tahkan semangatnya untuk tetap meraih nilai yang memuaskan dalam bidang akademik. “Aku juga harus bisa membagi waktu antara lomba Modern Dance dengan belajarku, kalau lagi lomba - lomba gitu selalu bawa buku. Kalo ada ulangan, di rumah Echi tuh, kita latihan 4 jam, 2 jam latihan, 1 jam belajar, 1 jam masak dan makan, kadang juga tambah review lagi. Jacqueline juga bisa dibilang punya prestasi yang cukup baik di bidang akademis. Mungkin bukan sangat menonjol, tapi boleh dibilang sudah bagus dan itu juga merupakan per- mintaan dari mamanya supaya meski punya hobi , akademis juga harus bagus.Ia pernah ikut olimpiade biologi saat SMP dan pernah dapat kesempatan emas yaitu beasiswa ke SMA Nanyang di Singapura, meski pada akhirnya ia tidak jadi kesana karena lebih memilih hobinya, padahal nilai terbaik yang ia dapatkan adalah pelajaran biologi. Dari hobinya dance ini juga, Jacqueline jadi bekerja paruh waktu di Celebrity Fitness mulai dari kelas 12. “Aku bisa part time job di sana juga pakai audisi sih. Gak terlalu susah, cuma ya deg - deg an. Disuruh dance sambil ngomong di mic gitu 5,6,7,8. Harus fasih in- ggris juga dan ngajarnya harus mirror-ing. Jadi kalo kamu mau balik ke arah kanan, kamu harus pake kaki kiri. Susahnya misalnya mau dance sambil ngomong kan capek juga, harus bisa atur nafas juga tuh.” kata Jacqueline. Di SMA, Jacqueline juga punya hobi lain selain dance, itu adalah basket dan kasti. Tetapi di SMA, tidak banyak lomba yang ia ikuti atas nama sekolah karena di kala itu juga fokus ke akademis dan juga ada hal lain yang ia kerjakan. Lalu, hal itu juga terjadi karena mulai berpikir tentang masa depan, mau kuliah di jurusan apa dan kira - kira ke depannya mau jadi apa. Kita menuju jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu kuliah. Tadinya Jacqueline berpikir untuk mengambil kuliah jurusan fashion designer di Lassale, Sudirman. Tetapi karena tuntutan keluarga, akhirnya pilihannya jatuh di jurusan manajemen di UNTAR. Ia memilih kuliah di UNTAR karena dulu, mamanya memiliki restoran di Ciputra Land, jadi bisa lebih terpantau, ikut membantu dan lebih praktis untuk pergi kerja part time karena searah. Jacqueline sempat terpikir untuk kuliah di luar negeri, tapi karena ia merasa punya tanggung jawab terhadap pekerjaann- ya, maka ia tidak rela melepasnya juga, selain itu Jacqueline juga merupakan anak tunggal. Jacqueline masuk UNTAR juga melalui jalur khusus prestasi . Sekarang ini, Jacqueline selain bekerja di Celebrity Fitness, ia juga aktif di salah satu perusahaan terkemuka yang memproduksi handuk, yaitu Terry Palmer, sebagai Brand Development. “Sekarang aku kerja di Terry Palmer, jadi Brand Development. Berawal dari assistant marketing. Pertamanya aku ke agency, buat iklan - iklan dari merk - merk. Akhirnya ditarik ke Terry Palmer jadi Asis- stant Marketing and Operational Manager. Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa dance telah menjadi sebuah lifestyle, Jacque- line merasa bahwa dance telah menjadi salah satu bagian penting dari dirinya. Ia tidak per- nah meninggalkan dance sama sekali setahun pun. Namun memang sekarang Jacqueline hanya mengajar dan mengikuti workshop. Jacqueline selalu menerapkan live alive. Maksudnya adalah menjalankan apa yang kita sukai, bukan menjalankan apa yang disukai orang lain. “Nah aku sendiri sih live alive aja. Kalau aku suka dance, aku gak masalah kalau pun perlu dapet penghasilan dari kerja kantoran dulu, yang penting nantinya mimpi - mimpi bisa tercapai. Semasa hidupnya, Jacqueline selalu punya satu prinsip, selalu coba hal baru kalau suka. “Prinsip aku sih selalu coba hal baru kalau suka, tapi harus konsisten. Misalnya aku punya hobi basket, sepak bola, dance, dan berenang, tapi yang konsisten cuma satu, lainnya suka biasa aja. Jadi walaupun keadaan lagi males atau apa, belajarlah untuk konsisten. Gak ada salahnya coba hal baru, daripada setiap hari biasa - biasa aja.” jelas anak dari pasangan dosen dan dokter ini dengan baik dan untuk sekarang, Jacqueline terpikir bahwa ke depannya, ia berharap ia bisa membuat fashion line, bikin studio dance dan kuliner. Ketiga hal itu merupakan kesukaannya. Jacqueline juga berpesan bahwa, apabila kita punya hobi tertentu, jangan sampai akade- mis jadi ikut terganggu. Beberapa pelajaran semasa sekolah, misalnya sosiologi dan matematika terpakai di kehidupan nyata, di masyarakat. Sejarah juga adalah pelajaran yang cukup penting, karena apabila kita mau mengetahui lebih dalam ke arah art, sejarah harus kita ketahui dan pelajari. Untuk anak zaman sekarang, Jacqueline menambahkan. Sebaiknya untuk memikirkan masa depan harus dipercepat. Karena zaman semakin maju jangan sampai ketinggalan. Terakhir, untuk anak - anak di Notre Dame, Jacqueline berharap supaya anak - anak bisa menyeimbangkan antara hobi dan akademisnya. Sedangkan secara global, ia juga berharap anak - anak bisa lebih berani mengungkapkan pendapat supaya tidak terlambat untuk berhenti dan tidak harus selalu mengikuti tren, kerjakan sesuatu yang disukai saja dan hal tersebut bakal jadi bekal di masa depan. Felicia Zein 9d/Cornelia Stefanie 9d Notre Dame | Juli-September 2017 7