Lalu soal dance,Jacqueline merasa bahwa
awalnya ia sama sekali tidak memiliki inspira-
si apapun dalam memasuki dunia dance, itu
dimulai di usia 4 tahun dan bersifat otodidak.
“Gak tau sih ya,emang dari kecil suka joget.
Suka ya suka aja,hahaha. Awalnya aku nonton
video Jennifer Lopez, aku ubah pake gerakan
sendiri, terus jadi suka aja,”katanya. Ketika
ditanya tentang idolanya dalam seputar
dance sekarang ,ia menjawab Jennifer Lopez
dan Alexander Chung. “Aku suka sama Jenni-
fer Lopez karena gerakannya yang energet-
ic,kalo Alexander Chung,karena auranya sih.”
Selama sekolah,menurutnya,prestasi dance
yang paling berkesan adalah saat lomba
di Regina Pacis saat kelas 2 SMP. “Waktu
itu lawannya susah-susah, dateng telat,dan
waktu itu hampir di diskualifikasi,tapi juara
1. Sampe udah dipanggil, tapi kita belom
nyampe disono. Soalnya pada make up dulu
kan di rumah Echi (rekan satu tim dance),a-
da yang mandi lah, segala macem deh. Make
up nya juga gak jadi-jadi. Akhirnya pas otw, di
perjalanan macet. Untungnya ada yang aku
kenal di sana, jadi bisa bantuin kita,” jelasnya.
Menurut Jacqueline,setiap dancer harus
menghargai dan menyukai genre. Tapi untuk
Jacqueline sendiri,ia lebih menyukai hip-hop.
Setahu Jacqueline, perlombaan dance sudah
mulai sedikit menurun. “Tapi,sekarang
lebih ke video-video gitu sih,terus nanti di
upload ke youtube. Kalo untuk jadi te-
nar,orang-orang lebih banyak yang memilih
youtube sebagai jalannya. Beda sama zaman
dulu. Kalo anak-anak zaman dulu,kalo
mau tenar,ikut kompetisi. Nah kalo zaman
sekarang beda.”Jacqueline merasa bahwa
zaman sekarang,dance sudah menjadi lifestyle.
Banyak orang belajar dance cuma buat
keren-kerenan,dan semacamnya. “Tapi hal
baiknya,sekarang link nya lebih luas. Mereka
belajar, bikin club dance, terus dikirim ke luar
negeri untuk masuk di tempat belajar dance
yang lebih bergengsi,”jelasnya. Jadi pada intin-
ya,Jacqueline merasa bahwa secara competi-
tion menurun,tapi untuk secara global,dance
naik. Menurutnya,sekarang dance sudah
dihargai.
Mulai kelas 2 SMP,Jacqueline sudah mulai
menerima job-job menjadi penari latar. Dulu
ia dan teman-teman membuat suatu kelom-
pok dance yang dinamai Nerd. Nerd ini
beranggotakan 7 orang, semua anggotanya
merupakan murid SMP Notre Dame. Nerd
yang awalnya merupakan suatu kelompok
dance yang hanya membawa nama seko-
lah,mulai memutuskan untuk menjadi suatu
kelompok dance yang resmi. Tidak hanya
itu,Nerd juga mengikuti ajang-ajang perlom-
baan dance yang tidak membawa nama seko-
lah dan bahkan menjadi penari di acara sweet
seventeen. “Awalnya kita ditawarin seorang
MC,yang ternyata EO juga. Semua konsep
dari kita,kita tinggal dateng terus dance. Nah
dari situ,mulai banyak tawaran lainnya untuk
jadi dancer di acara sweet seventeen. Gaji per-
tama kita waktu itu 150 ribu,dan pada saat
itu uang segitu lumayan banget kan,” tuturn-
ya. Nerd sendiri diambil dari pencampuran
kata ‘Notre Dame Dancer’,’kutu buku’,dan
‘hip-hop’. Mereka berpikir sepertinya keren
bahwa tiga kata itu disatupadukan,dan jadilah
Nerd. Lulus SMA,Jacqueline sendiri sempat
menjadi dancer di suatu acara TV. “Dulu
sempet jadi penari latar di suatu program
TV. Kalo dulu sih,gajinya masih kecil ya. Rp
500.000,00 itu 4 lagu. Kalau sekarang,bisa
sampai Rp 1.000.000,00 lebih.
Namun tentunya, hobinya itu tidak mema-
tahkan semangatnya untuk tetap meraih nilai
yang memuaskan dalam bidang akademik.
“Aku juga harus bisa membagi waktu antara
lomba Modern Dance dengan belajarku,
kalau lagi lomba - lomba gitu selalu bawa
buku. Kalo ada ulangan, di rumah Echi tuh,
kita latihan 4 jam, 2 jam latihan, 1 jam belajar,
1 jam masak dan makan, kadang juga tambah
review lagi.
Jacqueline juga bisa dibilang punya prestasi
yang cukup baik di bidang akademis. Mungkin
bukan sangat menonjol, tapi boleh dibilang
sudah bagus dan itu juga merupakan per-
mintaan dari mamanya supaya meski punya
hobi , akademis juga harus bagus.Ia pernah
ikut olimpiade biologi saat SMP dan pernah
dapat kesempatan emas yaitu beasiswa ke
SMA Nanyang di Singapura, meski pada
akhirnya ia tidak jadi kesana karena lebih
memilih hobinya, padahal nilai terbaik yang ia
dapatkan adalah pelajaran biologi.
Dari hobinya dance ini juga, Jacqueline jadi
bekerja paruh waktu di Celebrity Fitness
mulai dari kelas 12. “Aku bisa part time job di
sana juga pakai audisi sih. Gak terlalu susah,
cuma ya deg - deg an. Disuruh dance sambil
ngomong di mic gitu 5,6,7,8. Harus fasih in-
ggris juga dan ngajarnya harus mirror-ing. Jadi
kalo kamu mau balik ke arah kanan, kamu
harus pake kaki kiri. Susahnya misalnya mau
dance sambil ngomong kan capek juga, harus
bisa atur nafas juga tuh.” kata Jacqueline.
Di SMA, Jacqueline juga punya hobi lain
selain dance, itu adalah basket dan kasti.
Tetapi di SMA, tidak banyak lomba yang ia
ikuti atas nama sekolah karena di kala itu
juga fokus ke akademis dan juga ada hal lain
yang ia kerjakan. Lalu, hal itu juga terjadi
karena mulai berpikir tentang masa depan,
mau kuliah di jurusan apa dan kira - kira ke
depannya mau jadi apa.
Kita menuju jenjang yang lebih tinggi lagi,
yaitu kuliah. Tadinya Jacqueline berpikir
untuk mengambil kuliah jurusan fashion
designer di Lassale, Sudirman. Tetapi karena
tuntutan keluarga, akhirnya pilihannya jatuh
di jurusan manajemen di UNTAR. Ia memilih
kuliah di UNTAR karena dulu, mamanya
memiliki restoran di Ciputra Land, jadi bisa
lebih terpantau, ikut membantu dan lebih
praktis untuk pergi kerja part time karena
searah. Jacqueline sempat terpikir untuk
kuliah di luar negeri, tapi karena ia merasa
punya tanggung jawab terhadap pekerjaann-
ya, maka ia tidak rela melepasnya juga, selain
itu Jacqueline juga merupakan anak tunggal.
Jacqueline masuk UNTAR juga melalui jalur
khusus prestasi .
Sekarang ini, Jacqueline selain bekerja di
Celebrity Fitness, ia juga aktif di salah satu
perusahaan terkemuka yang memproduksi
handuk, yaitu Terry Palmer, sebagai Brand
Development. “Sekarang aku kerja di Terry
Palmer, jadi Brand Development. Berawal
dari assistant marketing. Pertamanya aku ke
agency, buat iklan - iklan dari merk - merk.
Akhirnya ditarik ke Terry Palmer jadi Asis-
stant Marketing and Operational Manager.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa
dance telah menjadi sebuah lifestyle, Jacque-
line merasa bahwa dance telah menjadi salah
satu bagian penting dari dirinya. Ia tidak per-
nah meninggalkan dance sama sekali setahun
pun. Namun memang sekarang Jacqueline
hanya mengajar dan mengikuti workshop.
Jacqueline selalu menerapkan live alive.
Maksudnya adalah menjalankan apa yang kita
sukai, bukan menjalankan apa yang disukai
orang lain. “Nah aku sendiri sih live alive
aja. Kalau aku suka dance, aku gak masalah
kalau pun perlu dapet penghasilan dari kerja
kantoran dulu, yang penting nantinya mimpi -
mimpi bisa tercapai.
Semasa hidupnya, Jacqueline selalu punya
satu prinsip, selalu coba hal baru kalau
suka. “Prinsip aku sih selalu coba hal baru
kalau suka, tapi harus konsisten. Misalnya
aku punya hobi basket, sepak bola, dance,
dan berenang, tapi yang konsisten cuma
satu, lainnya suka biasa aja. Jadi walaupun
keadaan lagi males atau apa, belajarlah untuk
konsisten. Gak ada salahnya coba hal baru,
daripada setiap hari biasa - biasa aja.” jelas
anak dari pasangan dosen dan dokter ini
dengan baik dan untuk sekarang, Jacqueline
terpikir bahwa ke depannya, ia berharap
ia bisa membuat fashion line, bikin studio
dance dan kuliner. Ketiga hal itu merupakan
kesukaannya.
Jacqueline juga berpesan bahwa, apabila kita
punya hobi tertentu, jangan sampai akade-
mis jadi ikut terganggu. Beberapa pelajaran
semasa sekolah, misalnya sosiologi dan
matematika terpakai di kehidupan nyata, di
masyarakat. Sejarah juga adalah pelajaran
yang cukup penting, karena apabila kita mau
mengetahui lebih dalam ke arah art, sejarah
harus kita ketahui dan pelajari. Untuk anak
zaman sekarang, Jacqueline menambahkan.
Sebaiknya untuk memikirkan masa depan
harus dipercepat. Karena zaman semakin
maju jangan sampai ketinggalan.
Terakhir, untuk anak - anak di Notre Dame,
Jacqueline berharap supaya anak - anak
bisa menyeimbangkan antara hobi dan
akademisnya. Sedangkan secara global, ia
juga berharap anak - anak bisa lebih berani
mengungkapkan pendapat supaya tidak
terlambat untuk berhenti dan tidak harus
selalu mengikuti tren, kerjakan sesuatu yang
disukai saja dan hal tersebut bakal jadi bekal
di masa depan.
Felicia Zein 9d/Cornelia Stefanie 9d
Notre Dame | Juli-September 2017
7