Kisah TELADAN
S
uatu malam Abu Jahal keluar
secara diam-diam ke rumah
ponakannya, Rasulullah Saw.
Dia mencuri dengar bacaan
Alquran keponakannya itu,
dan tanpa terasa terangnya subuh
mulai menggulung gelapnya malam.
Merasa khawatir tindakannya diket-
ahui orang lain, Abu Jahal pulang
dengan langkah yang hati-hati. Akan
tetapi takdir Allah mempertemukan
dia di perjalanan dengan dua teman-
nya, yaitu Abu Sufyan dan Al Akhnas
bin Syuraiq.
Sungguh mengagetkan sekaligus
menggelikan, ternyata mereka baru
saja melakukan hal yang sama, men-
curi dengar bacaan Alquran Rasu-
lullah Saw. Mereka bertiga pun tak
dapat lagi menyembunyikan rasa malu
mereka. Akhirnya mereka sepakat un-
tuk tidak lagi mengulangi perbuatan
mereka.
Namun kenyataannya, malam
kedua mereka kembali lagi. Di malam
ketiga, mereka tetap ingkar janji.
Mereka pun berpapasan lagi untuk
yang ketiga kalinya. Mereka mulai
saling menyalahkan satu sama lain.
Hingga akhirnya, berjanji lagi akan
mengakhiri perbuatan mereka.
Kejadian itu membuat Akhnas bin
Syuraiq bertanya-tanya, kenapa bisa
terjadi seperti itu? Akhnas bin Syuraiq
pergi ke rumah Abu Sufyan. “Cerita-
kan padaku wahai Abu Hanzhalah,
apa yang kamu rasakan saat kamu
mendengarnya dari Muhammad?”
tanyanya.
28 |
|September 2018 | Edisi 135
Abu Sufyan menjawab, “Wahai
Abu Tsa’labah, demi Allah, aku telah
mendengar sesuatu yang aku tahu
maknanya dan aku juga mendengar
sesuatu yang aku tidak tahu maknan-
ya.” Akhnas menimpali, “Dan aku,
demi Allah, juga merasakan hal yang
sama!”
Merasa mendapat kesan yang sama
dari Abu Sufyan, Akhnas meneruskan
langkahnya ke kediaman Abu Jahal.
“Wahai Abul Hakam, apa yang kamu
rasakan saat mendengar dari Muham-
mad?” tanyanya.
Abu Jahal menjawab, “Apa yang
aku dengar?” Dengan gaya diplomatis
dan rasa gengsi yang tinggi dia berkata,
“Kita telah bersaing dengan keturunan
Abdi Manaf dalam kemuliaan. Mereka
memberi makan orang, kita pun mem-
beri makan orang. Mereka menolong
orang, kita juga menolong orang.
Mereka memberi, kita juga memberi,
sampai kita kalah seperti halnya tadi
malam, seolah kita adalah kuda yang
tergadaikan.”
Akhnas berkata, “Aku tak perlu ba-
sa-basimu. Sekarang jelas, telah datang
seorang Nabi dari bangsa kita, yang
telah diberikan wahyu kepadanya.
Kapan kita menyambut kesempatan
emas ini?”. Dengan sombongnya Abu
Jahal berkata, “Demi Allah kita tidak
akan mengimaninya dan membenar-
kannya!”
Demikianlah Abu Jahal yang tahu
akan kebenaran, akan tetapi kesom-
bongannya membumbung tinggi bagai
gunung yang membuatnya tidak mau
mengakui kebenaran. Tapi, ada yang
menarik dari kisah di atas. Abu Jahal
menikmati syahdunya Alquran hingga
subuh.