My first Magazine hadila september | Page 28

Kisah TELADAN S uatu malam Abu Jahal keluar secara diam-diam ke rumah ponakannya, Rasulullah Saw. Dia mencuri dengar bacaan Alquran keponakannya itu, dan tanpa terasa terangnya subuh mulai menggulung gelapnya malam. Merasa khawatir tindakannya diket- ahui orang lain, Abu Jahal pulang dengan langkah yang hati-hati. Akan tetapi takdir Allah mempertemukan dia di perjalanan dengan dua teman- nya, yaitu Abu Sufyan dan Al Akhnas bin Syuraiq. Sungguh mengagetkan sekaligus menggelikan, ternyata mereka baru saja melakukan hal yang sama, men- curi dengar bacaan Alquran Rasu- lullah Saw. Mereka bertiga pun tak dapat lagi menyembunyikan rasa malu mereka. Akhirnya mereka sepakat un- tuk tidak lagi mengulangi perbuatan mereka. Namun kenyataannya, malam kedua mereka kembali lagi. Di malam ketiga, mereka tetap ingkar janji. Mereka pun berpapasan lagi untuk yang ketiga kalinya. Mereka mulai saling menyalahkan satu sama lain. Hingga akhirnya, berjanji lagi akan mengakhiri perbuatan mereka. Kejadian itu membuat Akhnas bin Syuraiq bertanya-tanya, kenapa bisa terjadi seperti itu? Akhnas bin Syuraiq pergi ke rumah Abu Sufyan. “Cerita- kan padaku wahai Abu Hanzhalah, apa yang kamu rasakan saat kamu mendengarnya dari Muhammad?” tanyanya. 28 | |September 2018 | Edisi 135 Abu Sufyan menjawab, “Wahai Abu Tsa’labah, demi Allah, aku telah mendengar sesuatu yang aku tahu maknanya dan aku juga mendengar sesuatu yang aku tidak tahu maknan- ya.” Akhnas menimpali, “Dan aku, demi Allah, juga merasakan hal yang sama!” Merasa mendapat kesan yang sama dari Abu Sufyan, Akhnas meneruskan langkahnya ke kediaman Abu Jahal. “Wahai Abul Hakam, apa yang kamu rasakan saat mendengar dari Muham- mad?” tanyanya. Abu Jahal menjawab, “Apa yang aku dengar?” Dengan gaya diplomatis dan rasa gengsi yang tinggi dia berkata, “Kita telah bersaing dengan keturunan Abdi Manaf dalam kemuliaan. Mereka memberi makan orang, kita pun mem- beri makan orang. Mereka menolong orang, kita juga menolong orang. Mereka memberi, kita juga memberi, sampai kita kalah seperti halnya tadi malam, seolah kita adalah kuda yang tergadaikan.” Akhnas berkata, “Aku tak perlu ba- sa-basimu. Sekarang jelas, telah datang seorang Nabi dari bangsa kita, yang telah diberikan wahyu kepadanya. Kapan kita menyambut kesempatan emas ini?”. Dengan sombongnya Abu Jahal berkata, “Demi Allah kita tidak akan mengimaninya dan membenar- kannya!” Demikianlah Abu Jahal yang tahu akan kebenaran, akan tetapi kesom- bongannya membumbung tinggi bagai gunung yang membuatnya tidak mau mengakui kebenaran. Tapi, ada yang menarik dari kisah di atas. Abu Jahal menikmati syahdunya Alquran hingga subuh.