Media Informasi Kemaritiman Cakrawala Edisi 417 Tahun 2013 | Page 9
tahun 2013-2018, maka sesungguhnya Indonesia
seharusnya merealisasikan secara lebih konkrit
kerja sama pertahanan TNI AL nya dengan China.
Mengapa?
Buku Putih China - The Diversified Employment
of China`s Armed Forces - menggambarkan misi
baru PLA (People Liberation Army) abad ke-21
yang modern dan berteknologi canggih dalam
sistem informasi dan persenjataan. Kekuatan AL
China diperkuat oleh 235.000 personel dengan
peningkatan kemampuan daya tempur. China
memiliki tiga armada berpangkalan di Beihai,
Donghai, dan Nanhai. Di Timur, armada lautnya
diperkuat kapal selam berjarak tembak 2100 km
sehingga mampu memberlakukan strategy anti
access aerial denial terhadap kehadiran militer AS
yang berada di Pasifik Barat. Sementara AU China,
diperkuat oleh 398.000 personel ditempatkan
di tujuh wilayah komando, di mana meliputi
pengintaian, serangan udara, pertahanan udara,
dan peluru kendali.
Dilain sisi, Strategy Forward Presence AS
menjadikan pangkalan militer AS tersebar di
kawasan dari Jepang hingga ke pulau Cocos
sekitar 1000 km selatan pulau Jawa dan mencakup
hingga Laut China Selatan. LCS sendiri berada
pada urutan pertama core interest AS. Dalam
dokumen National Security Strategy 2010 secara
tegas AS menyatakan akan melindungi negara
claimants sekutunya pada konflik LCS. Jika
kebijakan AS atas nama “Rebalancing Asia” ini
terus mengumandang. Sikap ambigu bangsa kita
hari ini akan aplikasi kebijakan non blok malah akan
membawa Indonesia terjebak pada ‘Imbalancing
Asia’.
Dilain sisi patut disadari bahwa pada tahun
2021, diprediksikan AS akan terpaksa menurunkan
anggaran pertahanannya hingga 28% sementara
China malah akan mampu menaikan anggaran
pertahanannya sebesar 64%. Karenanya, sudah
waktunya Indonesia mereposisi sikapnya dan
mengambil lebih peran sebagai negara pemain.
Indonesia bersama-sama China diprediksikan
pada tahun 2050 menjadi negara 10 besar dunia,
di mana Australia maupun negara negara ASEAN
tidak akan berada dalam list tersebut. Karenanya,
Indonesia perlu menentukan sikap bebas aktif yang
sesungguhnya.
Pembangunan PLA dapat memberikan dorongan
bagi TNI dan industri pertahanan yang masih lebih
terbuka kemungkinannya untuk diperoleh dari China
dibandingkan dari AS. Jika benar kebutuhan untuk
mengejar terpenuhinya alutsista TNI pertahun bagi
TNI AD sebesar + 1297 items, TNI AL sebesar 84
items dan TNI AU sebesar 88 items (Rahakundini,
Defending Indonesia, 2009)
Maka China yang terbukti kuat dalam aspek
aircraft, armoured vehicles dan ships, jelaslah
dapat mengisi kepentingan Indonesia dalam
niatnya membangun industri pertahanan yang
mandiri serta membangun cyber defence mumpuni
ala China.
Mengingat Indonesia adalah negara terbesar
di kawasan dan memiliki posisi silang serta
geopolitik yang semakin ‘seksi’, maka kondisi ini
perlu dicermati Indonesia dalam menentukan arah
kemauannya untuk berperan lebih signifikan dalam
defence diplomacy dengan membentuk kerja sama
pertahanan dengan China dan negera negara lain
yang jelaslah harus lebih memberikan keuntungan
bagi tegaknya kepentingan Indonesia.
Seberapa penting visi maritim pemimpin
memengaruhi kebijaksanaan untuk menunjang
pertahanan Indonesia yang outward looking?
Konteks sejarah pemaknaan atas lagu bahwa
nenek moyang Bangsa Indonesia adalah pelaut,
tafsiran atas bukti arkeologi di Cadas Gua, Pulau
Muna Seram, berupa artefak dari tahun 1.000
SM, yang menjelaskan adanya hubungan dengan
suku Aborogin di Australia, serta periode kejayaan
kerajaan-kerajaan nusantara pada masa prasejarah acapkali dijadikan dasar logika untuk
membangun preposisi dan konklusi kearah bangsa
yang bervisi maritim.
Kerajaan-kerajaan di nusantara mengalami
masa-masa
kejayaan
sebelum
munculnya
kolonialisasi Eropa, di mana hubungan politik dan
perdagangan kerajaan-kerajaan tersebut dibangun
hanya sebatas pada lingkup Asia (M.C. Riclefs,
2005). Namun, sejak kedatangan para kolonialis
Eropa yang tujuan awalnya untuk berdagang telah
merubah peta hubungan internasional di mana
berbagai kerajaan nusantara tersebut, secara
politik-ekonomi hanya berposisi sebagai objek
perdagangan. Akhirnya, eksistensi kerajaankerajaan nusantara mengalami kemunduran.
Fakta ini melahirkan pertanyaan, jika visi maritim
merupakan pertahanan politik, ekonomi, dan militer
yang terbaik, mengapa sejarah kerajaan-kerajaan
nusantara tidak mampu menghadapi gelombang
kolonialisasi Eropa?
Cakrawala Edisi 417 Tahun 2013
9