Media Informasi Kemaritiman Cakrawala Edisi 417 Tahun 2013 | Page 38
KOBARAN SEMANGAT
MENEGUHKAN BUDAYA
LUHUR NUSANTARA MENUJU
PERADABAN INDONESIA BARU
P
Keterlaluan sekali bahwa setelah 68 tahun merdeka, orang-orang
Indonesia, termasuk yang terdidik, semakin mengabaikan makna
sejati dari archipelago
ada diskusi panel dengan tema utama:
Meneguhkan Budaya Luhur Nusantara
menuju Peradaban Indonesia Baru, yang
diselenggarakan oleh Yayasan Suluh Nuswantara
Bakti, mantan Mendikdub, Bapak Daoed Joesoef,
memberikan pencerahan yang bermanfaat bagi
masa depan bangsa. Dalam sambutannya beliau
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut.
Diskusi ini secara esensial, menurut hemat
saya, adalah avant tout suatu ekspresi dari suatu
keraguan, bukan keraguan yang melumpuhkan,
tetapi keraguan yang menggugah. Sebagai
tema rangkaian diskusi ini mempertanyakan
bukan mengenai diri kita, tetapi apa-apa yang
kita lakukan sebelum ini, sekarang, dan di harihari mendatang. Apakah perbuatan-perbuatan
kita selama ini, yang melibatkan begitu banyak
waktu dan energi, punya “makna” (sens). Apakah
dengan perbuatan-perbuatan tersebut telah
kita layani kemajuan dan kebaikan manusia
Indonesia, atau apakah kita hanya puas bertindak
demi bertindak, mengikuti jalur yang punya
arahnya sendiri, bagai berlari maraton yang
tak berkesudahan, yang bermuara pada jurang
semata-mata.
Saya diminta mengawali rangkaian diskusi
panel yang dimulai hari ini dengan memberikan
renungan tentang “Meneguhkan Budaya Luhur
Nusantara menuju Peradaban Indonesia.” Jadi
uraian bergerak antara dua pengertian, yaitu
“budaya’” (culture) dan “peradaban” (civilisation).
Maka agar kegiatan berdiskusi berhasil dan
berguna, kita selaku peserta perlu membebaskan
alam pikiran kita dari belenggu disiplin keilmuan
yang serba spesialistis. Kita perlu bersikap
sebagai intelektual dan berpikiran intelektual,
bukan intel ektualistis, tetapi humanis. Jangan
lupa bahwa ada sesuatu yang pada hakikatnya
antagonistis antara kebiasaan pikiran mencari
panduan teoritis dan pikiran yang membuat
sukses sesuatu perbuatan. Teori, infact, adalah
persoalan pendidikan dan deliberasi, dan sama
sekali bukan persoalan eksekusi.
Sejarahwan Arnold Toynbee memberikan
judul karyanya yang terkenal ‘’Civilization on
Trial”, bukan “Culture on Trial”. Namun ketika
dalam karyanya ini dia membahas sejarah
peradaban China, dia jelas menggunakan
istilah “civilization” meliputi baik peradaban