Media Informasi Kemaritiman Cakrawala Edisi 414 Tahun 2013 | Page 73

Dengan peningkatan kekuatan ekonominya maka suatu negara mampu membangun, baik untuk membangun kekuatan raksasa industri maupun membangun kekuatan militernya. Jadi wajar jika peningkatan ekonomi memberikan dampak pada peningkatan pembangunan kekuatan militer suatu bangsa. Permasalahan perbatasan negara di seputar Laut China Selatan duapuluh tahun yang lalu mungkin tidak begitu menghiasi media massa, namun sejarah telah mencatat ketika pembangunan China berhasil menjadikan negara China menjadi negara yang kemampuan ekonominya paling baik di dunia saat ini, maka pembangunan kekuatan militer China pun melaju kencang ditengah kondisi penurunan kekuatan dan kemampuan militer negara-negara tetangganya. Kehadiran kekuatan militer China di penjuru Laut China Selatan akhirnya menimbulkan gejolak. Jepang di Laut China Timur, Filipina, Vietnam, Taiwan dan beberapa negara merasakan betul peningkatan ketegangan masalah perbatasan di Laut China Selatan. Hal ini menyulut reaksi negaranegara kawasan serta negara lain yang menggunakan wilayah Laut China Selatan sebagai Sea Line of Communication (SLOC). PENINGKATAN BELANJA MILITER Jepang, dalam hal ini pemerintahan dan Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, telah sepakat untuk menaikkan anggaran pertahanan Jepang. Hal ini dimaksudkan untuk menghadapi ancaman dari China dan Korea Utara (Kompas 10/01/13, hal 10). Bahkan untuk tahun fiskal 20122013 Kementerian Pertahanan Jepang mengajukan penambahan anggaran sekitar Rp 19,9 triliun. Situs Voice of America tanggal 09 Januari 2013 mewartakan: Khawatir terhadap pengaruh Tiongkok dan akibat keberhasilan ekonomi, negara-negara Asia Tenggara meningkatkan belanja alat militer untuk melindungi jalur perkapalan, pelabuhan dan perbatasan maritim yang vital bagi aliran ekspor dan energi. Sengketa wilayah di Laut China Selatan, yang diiming-imingi cadangan minyak dan gas yang kaya, telah mendorong Vietnam, Malaysia, Filipina dan Brunei untuk mencoba mengimbangi kekuatan angkatan laut Tiongkok yang meningkat. Bahkan bagi negara-negara yang tidak terlibat sengketa, termasuk Indonesia, Thailand dan Singapura, keamanan maritim telah menjadi fokus besar. “Perkembangan ekonomi mendorong mereka membelanjakan uangnya untuk pertahanan untuk melindungi investasi, jalur laut dan Zona Ekonomi Eksklusif,” ujar James Hardy, editor Asia Pasifik untuk majalah mingguan IHS Jane’s Defence Weekly. “Tren terbesar adalah dalam pengawasan dan patroli pesisir dan maritim.” Seiring melonjaknya ekonomi di Asia Tenggara, belanja untuk sektor pertahanan tumbuh 42 persen dari 2002 sampai 2011, menurut data dari Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm. TERJADINYA “PERANG DUNIA III” Dari perkembangan peningkatan belanja militer masing-masing negara di sekitar Laut China Selatan, kita bisa membuat suatu pengandaian, yaitu seandainya peningkatan sengketa di Laut China Selatan meningkat menjadi perang terbuka antar negara yang bersengketa. Komunitas internasional tidak mampu menyelesaikannya secara damai, pihak yang bertikai menyeret kekuatan lain masuk dalam bara sengketa, harga diri suatu bangsa tercabik, timbul letupan-letupan kecil yang akhirnya follow by perang antar negara dan aliansinya. Inikah salah satu cikal bakal penyebab terjadinya “Perang Dunia III”? Apa yang harus kita persiapkan? Apakah kita akan terlibat baik langsung maupun tidak langsung? Berapa lama kita mampu terlibat dalam perang akbar ini?© Cakrawala Edisi 414 Tahun 2013 73