CATATAN
Jokowi, antara Keperkasaan dan Kekhawatiran
Pada awal pemerintahannya, Jokowi hanya didukung empat parpol. Enam parpol lainnya berada dalam barisan oposisi. Tetapi, hanya dalam tempo satu tahun lebih, satu per satu lawan politiknya itu menyatakan dukungan. Sebagai kader Banteng, kondisi ini memperlihatkan bahwa Jokowi memang banteng yang kuat alias perkasa.
Saat maju dalam pilpres 2014, parpol yang mendukung Jokowi hanyalah PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat( KIH). Lawan politiknya adalah KMP atau Koalisi Merah Putih yang mengusung Prabowo Subianto. Peserta KMP ini adalah Gerindra, Golkar, PKS, PAN, PPP, plus Demokrat. Untuk Demokrat memang tidak secara resmi masuk KMP. Tetapi, saat pemilihan ketua DPR dan MPR, Demokrat gabung dalam KMP.
Namun, kini KMP hanya tinggal nama. Satu per satu anggotanya menyatakan dukungan ke pemerintahan Jokowi. Dimulai dari PPP, walau hanya salah satu kubu, kemudian PAN, dan yang terakhir Golkar. Dukungan partai Golkar ditunjukkan melalui plakat pakta dukungan. Pernyataan dukungan secara simbolik itu diserahkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan di atas panggung di hadapan peserta Rapimnas Partai Golkar pada ujung Januari lalu.
Fakta itu jelas menunjukkan, setidaknya ada empat faktor yang membuat lawan politik Jokowi tidak berdaya. Pertama, Jokowi tidak terpengaruh dengan manuver politik kelompok oposisi. Kebijakannya seperti kartu sakti, vonis mati bandar narkoba, dan juga kenaikan BBM terus dilakukan meski diprotes oleh sebagian lawan politiknya. Kedua, Jokowi punya sikap terbuka untuk berkomunikasi dengan semua parpol. Bahkan, dengan Prabowo, yang merupakan lawannya pada pilpres dulu, Jokowi tetap menjalin komunikasi dengan baik.
Ketiga, ada kondisi internal parpol yang goyang. Golkar dan PPP adalah contoh yang jelas. Perlawanan frontal mereka ke pemerintahan Jokowi untuk dapat pengesahan selalu kandas. Akhirnya, tidak punya pilihan kecuali mendukung pemerintahan Jokowi. Keempat, Jokowi punya operator politik yang andal. Operator ini mampu menghubungkan Jokowi dengan parpol oposisi itu. Operator ini juga yang mampu menjinakkan manuver di DPR. Impaknya, kelompok oposisi tidak berdaya. Manuver yang mereka lakukan tidak berhasil, sehingga mereka memilih bergabung. Dan, Jokowi pun tampak makin perkasa.
Kendati begitu, keperkasaan Jokowi menaklukan lawan-lawan politiknya patut diingatkan. Sejatinya, koalisi tambun yang sedang dibangun Jokowi, pada batas tertentu bisa membahayakan demokrasi dan efektivitas pemerintahan. Penampungan lawan menjadi kawan politik secara massif akan memicu politik balas jasa. Politik balas budi berlebihan tentu dapat meningkatkan kerepotan, kerumitan, dan ongkos politik pemerintahan selama empat tahun ke depan. Jokowi juga berpotensi tidak bisa bersikap tegas terhadap kasus-kasus konflik kepentingan( conflict of interests) dalam pemerintahannya yang pada batas tertentu lagi dapat membatasi efektivitas manajemen pemerintahan dan kebijakan. Selain itu, dikhawatirkan Jokowi akan terlampau berhati-hati, lamban, dan konservatif dalam mengelola pemerintahan.
Moh. Ilham A. Hamudy
58 | mediaBPP | Februari 2016