Media BPP Februari 2016 Vol 15 No 1 | Page 32

PHILIPS J. VERMONTE:

“ Jadi Peneliti Itu Harus Aktif Menulis!”

Sebagai seorang peneliti senior, perjalanan karir Philips tidak lah mudah. Banyak badai yang ia hadapi hingga akhirnya ia berhasil menjadi direktur eksekutif CSIS( Centre of Strategy and International Studies).

Tahun 1996 bisa jadi masa yang sulit bagi Philips Jusario Vermonte. Pasalnya pria berkaca mata itu memutuskan untuk bekerja di sebuah perusahaan advertising setelah menyelesaikan kuliahnya di jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran Bandung.

Yah, dua tahun sebelum masa reformasi berdengung itu, Philips digadang-gadang“ berbelok” dari cita-cita idealisme mahasiswa, apalagi dulu dirinya sangat aktif di lembaga pers mahasiswa.“ Januari 1997 saya bekerja di perusahaan advertising sementara saya lulusan HI banyak teman-teman yang mencemooh saya, dianggap saya sebagai bagian dari ujung tombak kapitalisme,” ungkap pria berdarah Minang itu.
Selagi mahasiswa, pria kelahiran Manila, 14 Juli 1972 itu merupakan salah satu pencetus lembaga pers mahasiswa di fakultasnya.“ Dulu, saya melihat FISIP di Unpad lebih banyak budaya bicara daripada menulis. Seharusnya mereka lebih banyak menulis daripada bicara,” katanya.
Bersama dengan temannya, pada 1992 Philips mendirikan LPM Polar milik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNPAD. Selama itulah ia diberi mandat sebagai Pimpinan Redaksi. Dari situlah kecintaannya melalui menulis mulai menemukan tempat. Lulus dari UNPAD di akhir 1996, lalu bekerja pada Januari 1997 di perusahaan‘ kapitalis’ tidaklah mudah, apalagi darah idealismenya masih mengalir deras. Tentu rasanya jauh berbeda dari suarasuara yang ia teriakan saat menjadi mahasiswa dulu, baik melalui tulisan maupun terjun di jalan bersama puluhan mahasiswa lain.
Sebenarnya, cita-cita Philips setelah lulus ia ingin menjadi dosen di universitas yang telah mengajarkannya banyak hal. Namun sayang, dia ditolak karena untuk menjadi dosen di UNPAD itu berarti harus ada yang keluar dulu.“ Di Indonesia ini, mahasiswanya tidak punya kemewahan setelah lulus kuliah mau apa dan ke mana, mereka dituntut harus bekerja, di tengah krisis moneter itulah saya akhirnya memilih pekerjaan di advertising itu,” paparnya.
Berhenti dari Advertising
Tiga tahun berlalu, krisis moneter mengancam bangsa yang tengah membangun cita-cita reformasi ini. Bisnis berjatuhan, rupiah ambruk begitu pula dengan tempat Philips bekerja.“ Di masa krismon itu sebenarnya yang paling kena dampak adalah perusahaan advertising. Mereka harus meminimalisasi pengeluaran dari segi efisiensi, ya salah satunya promosi( iklan) itu,” terangnya.
Bingung? Sudah tentu! Philips akhirnya memutuskan keluar dari perusahaan advertising yang selama dua tahun memberinya pengalaman baru. Ia masih mempunyai keinginan untuk menjadi dosen.“ Saat itu saya bingung, saya juga
32 | mediaBPP | Februari 2016