Pesan Abang: Tak Ada yang Mustahil
14
Cerita dimulai ketika saya masih bersekolah di SMAK 1 BPK Penabur Jakarta. Meskipun ada beberapa alumni SMA saya yang masuk ke universitas top dunia seperti MIT, LSE, dan UC Berkeley, saya tidak berani untuk mendaftar ke universitas-universitas tersebut. Sebenarnya saya juga sudah kursus dan mengambil tes TOEFL, tetapi aplikasi saya ke universitas-universitas di Singapura dan US ditolak, dan saya pun memutuskan untuk belajar ke negeri Cina. Singkat kata, saya tidak merasa berkembang setelah
menghabiskan 2.5 tahun di Cina, dan mulai memikirkan cara untuk pindah ke negara lain. Pertimbangan utama saya adalah, selain banyak universitas di UK yang memiliki peringkat tinggi di dunia, saya berharap dapat menyelesaikan S1 dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Proses pindah dari Cina ke UK tidaklah mudah, dan memerlukan banyak persiapan. Karena tidak banyak universitas di UK yang menawarkan program Materials Science, saya pun hanya melamar ke empat universitas: Sheffield, Liverpool, Leeds, dan Manchester. Hasilnya, saya diterima di keempat universitas tersebut, dan memilih University of Manchester karena selain mereka menerima saya di tahun kedua, saya juga terkesan dengan prestasi School of Materials di sana yang menempati peringkat 3 nasional di bawah Oxbridge.
Kuliah di Manchester ini adalah titik balik dalam pendidikan saya karena banyak sekali yang saya pelajari di sini. Kondisi belajar mengajar di UK sangat berorientasi terhadap penelitian. Karena sejak awal saya memang ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, saya benar-benar menaruh semua fokus saya ke pendidikan. Akhirnya pengorbanan selama dua tahun di Manchester terbayar dengan diterimanya saya di University of Cambridge untuk S2, bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan.
Sebagai dua universitas tertua di UK, Oxbridge memiliki banyak keunikan dibandingkan universitas lainnya. Salah satunya collegiate system di mana universitas terdiri dari beberapa colleges yang tidak hanya merupakan lingkungan tempat mahasiswa tinggal dan bersosialisasi, tetapi juga menyediakan perpustakaan, gym, kapel, common room, dan dining hall (ya, salah satunya adalah ruang makan di Christ Church College Oxford yang menjadi model di film Harry Potter) selain dari ratusan department tempat kegiatan riset dan belajar mengajar. Kedua universitas ini juga mempunyai sistem tutorial (Oxford) atau supervision (Cambridge), sesi intensif di mana mahasiswa dalam kelompok kecil (2-4 orang) dapat berdiskusi langsung dengan staff pengajar yang merupakan ahli di bidangnya.
Tentunya tidak mudah untuk diterima di Cambridge yang merupakan almamater Isaac Newton, Charles Darwin, serta Stephen Hawking, dapat dilihat dari proses aplikasi yang melibatkan wawancara dan tes tertulis. Program S2 saya di sini pada dasarnya