rubrik utama
MENINGKATKAN APK,
MEMERLUKAN SINERGITAS
Wawancara
Ir. Dharnita Chandra, M.Si.-
Sekretaris Pelaksana LLDikti IV Jawa Barat Banten
Drs. Enang Rusyana, M.Pd -
Kepala UPBJJ Universitas Terbuka Bandung
D
itengah gelombang era Industri 4.0 Indonesia mempunyai
pekerjaan rumah besar yang belum tuntas, yakni meningkatkan
APK (daya minat masyarakat) melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Buktinya, pertumbuhan APK dalam periode 23 tahun terakhir (1994 –
2017) menjelaskan sebagai berikut : 13 tahun pertama prosentase APK
menaik sedikit dari 10 – 12 %; sementara 11 tahun berikutnya mencapai
angka 13 – 25 %, dan baru tahun 2018 meningkat menjadi 34,58%.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menargetkan angka
partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi pada tahun 2019 akan tumbuh
2,5% atau mencapai 35 %. Target tersebut akan tercapai dengan asumsi jika
perguruan tinggi mampu membuka model pendidikan jarak jauh (PJJ).
APK pendidikan tinggi sejatinya menunjukkan kualitas layanan
negara terhadap hak masyarakat memperoleh akses pendidikan tinggi.
Besaran APK pendidikan tinggi menunjukkan bahwa masyarakat
memperoleh kemudahan dalam akses menempuh pendidikan tinggi.
Persentase APK sebagai penentu tingkat kualitas layanan pembelajaran dan
kemahasiswaan perguruan tinggi. Sebagaimana negara-negara maju,
kemajuan pendidikan tingginya dikaitkan dengan seberapa besar APK
pendidikan tinggi di negara tersebut. Disinilah peran negara berkewajiban
meningkatkan APK pendidikan tinggi.
Untuk mengetahui kebijakan yang telah dikembangkan dan
diterapkan pemerintah terkait dengan peningkatan APK. Kami mencoba
melihat kebijakan yang ada serta implementasi kebijakan tersebut di daerah –
LL Dikti IV. Berikut petikan wawancara majalah Komunita dengan Ir.
Dharnita Chandra, M.Si - Sekretaris Pelaksana LLDikti IV Jabar & Banten.
Dijelaskan Ir. Dharnita M.Si bahwa angka partisipasi ini (APK)
merupakan daya minat masyarakat dalam melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi yakni antara usia 18 s.d. 23 tahun. Apabila melihat
pada hasil angka statistik pertumbuhan APK dari tahun ke tahun, ternyata
daya minat masyarakat di Indonesia masih rendah. Demikian pula Jawa
Barat, dengan APK 20 % terrendah dibanding propinsi lain di Jawa, Oleh
karenanya perlu dilakukan strategi dan penanganan khusus guna
meningkatkan daya peminatan masyarakat dalam rangka melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi.
Kalau menilik akar masalahnya, problem mendasar terkait
rendahnya angka partisipasi masyarakat usia sekolah pada jenjang perguruan
tinggi sebagian besar diakibatkan permasalahan ekonomi. Yakni terdapat
masyarakat yang masih terkendala biaya sebagaimana disyaratkan oleh pihak
pengelola perguruan tinggi, meskipun telah disediakan solusi berupa
pemberian beasiswa, dll. Namun sepertinya belum berpengaruh secara
signi kan dalam mendongkrak kenaikan angka partisipasi. Hal lainnya,
yakni kurang kesadaran/keinginan dalam diri masyarakat pada usia tersebut
untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi sehingga lebih memilih untuk
bekerja.
26
komunita 24 | April 2019
Ilustrasi : @nandaniekam
Pemerintah melalui Kemenristekdikti serta perangkat pelaksananya
telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam meningkatkan angka
partisipasi dan mutu SDM perguruan tinggi. Beberapa kebijakan berupa
Peraturan Menteri Ristekdikti (Permen) untuk mengatasi tingkat partisipasi
masyarakat, yakni :
1. Permen No.51 tentang PJJ (pendidikan jarak jauh). Artinya pemerintah
mendorong penyelenggaraan pendidikan melalui media komputer
berbasis online yang dilakukan secara virtual (dunia maya), sehingga
memudahkan pola interaksi antara dosen dan mahasiswa dimanapun
dan kapanpun.
2. Permen No.54 bagi jenjang diploma-vokasi dan politeknik tentang
pendidikan MEME (multi entry dan multi exit). Artinya bahwa
penyelenggaraan dengan eksibilitas pendidikan dapat masuk dan keluar
melalui multi disiplin keilmuan – kapan dan dimana saja. Contoh: dari
jenjang diploma 1 dapat langsung melanjutkan ke diploma 2, dst.
3. Permen No.26 tahun 2016 tentang RPL (Recognisi Pembelajaran
Lampau). Artinya bahwa penyelenggaraan pendidikan berdasarkan pada
kelompok type/jenis tertentu. Contoh: Type A (mahasiswa pindahan),
Type B (pendidikan formal/informal maupun berdasarkan pengalaman
kerja)
4. Bagi perguruan tinggi yang nilai AIPT-nya B, dihimbau untuk
menyelenggarakan sistem pembelajaran secara 'blendid learning' artinya
campuran mekanisme belajar antara tatap muka dan online.
Sementara kebijakan lain pemerintah melalui
Kemenristekdikti/LLDikti terkait strategi dalam menghasilkan mutu
lulusan perguruan tinggi, yakni :
1. Memiliki serti kat tambahan profesional selain ijazah formal sebagai
bekal wawasan dan keterampilan guna memasuki dunia kerja.
2. Re-orientasi kurikulum, yakni mewujudkan revolusi mental mahasiswa
melalui berbagai literasi, diantaranya: literasi data, teknologi dan
humanities. Pengetahuan & wawasan mengenai entrepreneurship dan
internship agar wajib diberikan.