Majalah Komunita Edisi 24 | Page 24

rubrik utama Memandang Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam peningkatan angka partisipasi kasar masyarakat dalam melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Indonesia mencakup 4 hal. Pertama, masih terdapat kesenjangan mutu antar perguruan tinggi, antara PTN dan PTS, ataupun kesenjangan PT di Jawa dan di luar Jawa, termasuk berkaitan dengan ketersediaan SDM (tenaga dosen dan tenaga kependidikan lainnya), ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan tinggi terutama di daerah 3 T (Tertinggal, Termiskin, Terbelakang). Kedua, kendala psikologis masyarakat dan generasi muda yang cenderung masih berorientasi pada employee minded menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) atau bekerja di sektor swasta ketimbang sebagai entrepreneurship pioneer yang tampil sebagai sosok mandiri, inovatif dan tangguh yang siap menghadapi tantangan zaman. Kondisi ini menjadikan Perguruan Tinggi, terjebak pada suatu paradigma layanan pendidikan yang bercirikan akademik jenjang S1, S2 atau S3 ketimbang membuka lebar lebar program vokasi yang bercirikan kewirausahaan. Ketiga, secara internal kesiapan (readiness) perguruan tinggi dalam menghadapi Revolusi Industri 4,0 masih beragam. Belum semua PT siap menghadapi era disruptive curriculum yang menjadi penciri kultur akademik PT di abad 21. Big Data masih menjadi fenomena baru yang belum ditangkap secara optimal oleh masyarakat kampus sebagai peluang untuk meningkatkan layanan akademiknya bagi masyarakat terutama mahasiswa sebagai core customers - nya. Hal ini menjadikan APK PT tak pernah naik secara signi can karena belum semua PT siap untuk melaksanakan disruptive curriculum yang inovatif dan menantang sesuai dengan tantangan zaman. Keempat, partisipasi sektor dunia industri dan dunia usaha (DUDI) belum secara sinergis memberi keberpihakan pada meningatnya APK PT. Hal ini antara lain terlihat secara kasat mata, tak semua industri membuka lebar lebar untuk terjadinya kolaborasi antara industri dengan PT. Kurikulum praktik kerja industri pun, belum mampu mengembangkan lahirnya kompetensi yang mumpuni bagi para lulusan PT karena keterbatasan pengalaman belajar dan praktek nyata pada setting autentik di dunia kerja.  Karena itu Program kegiatan yang dapat dilakukan oleh institusi pendidikan tinggi dalam menunjang peningkatan angka partisipasi masyarakat dalam melanjutkan pendidikannya di Indonesia sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama, ada upaya yang lebih serius dari pengelola PT, untuk melakukan terobosan program dalam meningkatkan mutu layanan akademik dan penjaminan mutu internal dengan memenuhi 8 standar pendidikan tinggi, 8 standar penelitian, dan 8 standar pelayanan kepada masyarakat secara akuntabel, sistemik, dan berkelanjutan. Kedua, pihak Kemenristekdikti dan Kementerian terkait lainnya, bertindak sebagai Pembina PT yang bertanggunjawab dalam mendorong dan membina semua PT untuk terus berkiprah sebagai lembaga pendidikan tinggi pencerdas bangsa. Meningkatnya APK PT bukan hanya meningkatnya angka APK secara statistik, tetapi lebih jauh dari itu, lahirnya generasi muda yang memiliki kompetensi dan kemampuan prima yang siap dipartisipasikan dalam pembangunan bangsa, bukan sebaliknya lembaga yang secara langsung langsung atau tak langsung memberi peluang lahirnya barisan pengangguran kerah putih (white collar unemployement). Ketiga, kebijakan dual system PT lebih ditingkatkan, terutama bagi PT yang melaksanakan pendidikan vokasi dengan menambah porsi peningkatan pengalaman mahasiswa pada praktik kerja di laboratorium atau pun praktek kerja di dunia industri. Bila hal ini dilaksanakan, APK PT akan naik secara signi kan. Keempat, bangun dan kembangkan pendidikan tinggi di daerah 3 T ataupun di daerah perbatasan. Hal ini selain, untuk memberi kesempatan para lulusan SMA/SMK yang tinggal di daerah 3 T dan daerah perbatasan, untuk dapat melanjutkan di PT ternama, juga hadirnya PT di perbatasan bisa memberi efek ganda, gerbang terdepan dalam merekatkan NKRI. 24 komunita 24 | April 2019  Dalam kaitan hal di atas pemerintah (Kemenristekdikti) perlu memberikan stimulus dan program andalan guna tercapainya peningkatan angka partisipasi kasar perguruan tinggi di Indonesia, yakni : Pertama, Kemenristekdikti lebih bersifat sebagai regulator yang juga berperan membina semua PT di Indonesia. Pembinaan dilakukan kepada semua PT, dan terapkan merit system dan reward dan punishment secara konsisten dan tanpa pandang bulu. Kedua, pemerintah seyogyanya memberi penghargaan (reward) yang memadai pada industri atau dunia Usaha (DUDI) yang telah sungguh mau bermitra dengan PT untuk memajukan kualitas perguruang tinggi. Penghargaan tersebut bisa beragam, mulai dari diberi konsesi kemudahan usaha, perluasan usaha, perizinan, sampai pada pembebasan atau pengurangan pajak (Tax Holiday). Hal ini berarti pembangunan dan pembinaan PT tak hanya tanggungjawab Kemenristekdikti saja, tetapi juga semua Kementrian terkait, termasuk Kementrian Keuangan dalam memberikan tax holiday. (By : Keni Kaniawati, 08 Maret 2019) PerguruanTinggi  harusmelahirkan Insan-InsanTerampil S ementara itu Prof. Dr. Endang Caturwati, S.ST.M.S. Praktisi pendidikan dan Guru Besar Seni Pertunjukan Indonesia - Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI)Bandung berpendapat bahwa A P K Pe n d i d i k a n Tinggi memberikan dampak bagi kualitas dankuantitas partisipan tingkat pendidikan tinggi oleh masyarakat usia aktif (antara 19 – 23 tahun), memang sangat diperlukan. Di usia aktif tersebut dibutuhkan SDM kreatif yang mampu menghasilkan produk-produk unggulan produktif hasil karya industri. Industrialisasi pada masa kini menuntut masyarakat memiliki keterampilan dalam pekerjaan.Oleh karenanya Perguruan Tinggi, baik negeri maupun swasta harus melaksanakan layanan pendidikan, selain berbasis akademik, Ilustrasi : @nandaniekam harus lebih banyak membuka layanan pendidikan yang melahirkan manusia-manusia yang terampil dalam bidang pekerjaan yang akan digelutinya di bidang industri. Pandangan mengenai jalur vokasi yang melahirkan SDM dengan jalur ketrampilan atau terapan masih dipandang kurang berkelas, dibandingkan dengan jalur akademi harus dirubah, karena pada kenyataannya karya nyata industri adalah bagian implementasi dari konsep akademis. Karena itu harus ada sinerji yang nyata dari kedua jalur di atas.