KISAH NYATA
Gigi berantakan akibat behel abalabal.
ENDRAWATI, Palangka Raya
CERITA pilu dan begitu menyiksa dialami Julaida Halimatus Sadiah, salah satu korban pasang kawat gigi atau behel oleh dokter gadungan. Sudah lama Diah, sapaan akrab Julaida Halimatus Sadiah ingin merapikan gigi rahang atasnya dulu yang terlihat lebih maju dan gigi rahang bawahnya yang tidak rapi, cenderung runcing dan berdesakan.
Saat itu, sekitar 2012 sebelum menikah, Diah mendapatkan informasi dari rekan kerjanya bahwa ada dokter yang bisa pasang behel dengan harga miring. Saat itu, biaya pasang behel masih terbilang mahal. Satu rahang atas bisa ditaksir Rp 4 juta hingga Rp 8 jutaan. Itu pun tergantung kondisi rahang dan gigi pasien.
Mendengar dari sang teman harga pasang behel ramah di kantong, lantas Diah pun tanpa pikir panjang, menyetujui ajakan sang teman. Bersama sang teman, Diah meluncur ke sebuah hotel. Karena menurut informasi sang teman, dokter gigi tersebut buka praktik di Banjarmasin dan buka praktik keliling hingga ke Palangka Raya.
Singkat cerita, Diah pun tiba di sana bersama sang teman. Ternyata sudah banyak pasien lain yang antre untuk pemasangan behel.
“ Ketika datang saya hanya melihat seorang yang mengaku asisten dokter. Dan, ternyata mereka suami istri. Tiba giliran saya pasang behel, prosesnya pun tidak ribet dan tak berlangsung lama. Biaya pasang behel rahang atas dan bawah cuman Rp 2.400.000,” urai ibu satu anak ini.
Di tahun 2014, ia memutuskan untuk menikah, dan ia pun masih menggunakan behel. Wanita kelahiran Banjarmasin 6 Juli 1989 ini pun merasa ada yang tidak beres terhadap giginya.
“ Saya sering merasakan sakit gigi. Selain itu, gigi saya juga ada yang keropos. Orang yang mengaku dokter yang pasang behel saya kala itu, juga susah dihubungi namun saya tetap bolak balik ke Banjarmasin untuk kontrol gigi. Namun, ketika kontrol pun gigi saya tidak diapa – apakan. Hanya ganti kawat dan karet gigi behel aja. Dibersihkan pun tidak, hingga karang gigi pun menumpuk akibat pasang behel gigi. Waduuh pokoknya, kesannya seperti dibiarkan,” keluh istri Amir Hamzah Piliang.
Selanjutnya, sekitar bulan Juli Diah pun hamil. Di masa kehamilannya, Diah makin tersiksa dengan behel dan giginya. Parahnya lagi, mulutnya tak bisa dikatupkan, mulutnya makin monyong dan rahangnya makin terangkat. Diah pun bingung harus berbuat apa.
Saat itu bobot tubuhnya semakin menyusut, sementara dokter kandungan menganjurkan untuk terus meningkatkan berat badannya demi kesehatan sang jabang bayi yang saat itu di kandungnya.
Untunglah kondisi ini tidak berlangsung lama. Rekan kerja di kantor ia bekerja ada yang juga pasang behel, menganjurkan agar behel giginya diperiksakan ke tempat praktik gigi yang punya lisensi resmi.
Melalui sang rekan kantor tadi, Diah diantar ke tempat praktik gigi yang punya izin resmi pemasangan behel gigi. Di sana Diah baru sadar bahwa pemasangan gigi yang dilakukan dan dijalani selama dua tahun lebih sia – sia dan bisa membahayakan kesehatan giginya jika dibiarkan.
Berbekal pengalaman itu, Diah berpesan kepada siapa pun yang ingin menggunakan behel, hendaknya jangan tergiur dengan harga murah.