i
rsialisasi
Oleh : Dwiki Ilham Ramadhan
Ketika emansipasi bermakna bias .
EMANSIPASI di Indonesia merupakan dogma yang nyaris tanpa kritik sejak memoar R . A . Kartini tertuang dengan tinta emas dalam lembaran sejarah kemerdekaan Indonesia . Bukan hanya wanita , pria bahkan waria pun sampai detik ini meyakini derap kemajuan emansipasi wanita Indonesia dicapai berkat gerakan emansipasi yang dipelopori R . A . Kartini .
Sepanjang sejarah , wanita telah berjuang untuk emansipasi mereka , namun sayangnya alih-alih mendapatkan hak dari emansipasi tersebut mereka malah seolah kembali terjerumus kepada dampak lain dari emansipasi yang tidak atau belum disadari . Banyak dari wanita merasa dirinya merdeka atas hakhak sebagai makhluk sosial yang berkedudukan , tanpa dirasakan mereka telah terjebak oleh paradoks modernisasi ketika mereka mengeksploitasi diri terhadap kemerdekaan .
Jika kita kembali menengok kebelakang saat fenomena pembebasan emansipasi yang dipelopori dan diperjuangkan oleh R . A . Kartini . Sejarah mencatat bahwa wanita pada jaman sebelum tercetus emansipasi mereka tidak diberi kesempatan untuk maju dan berkembang , tetapi mereka hanya dipaksa menerima segala warisan yang diturunkan oleh nenek moyangnya dan lebih mirisnya lagi wanita hanya dididik tentang bagaimana berbakti kepada suami . Bahkan menurut adat pada saat itu , kedudukan atau derajat wanita dianggap lebih rendah daripada laki-laki . Oleh karena itu , mereka tidak memiliki kebebasan sebagaimana yang dimiliki oleh kaum laki-laki , baik itu kebebasan untuk keluar rumah , kebebasan untuk menuntut ilmu di sekolah , kebebasan untuk bekerja di luar rumah , dan lebih-lebih menduduki jabatan di dalam masyarakat , semua itu tidak dimiliki kaum wanita .
Fakta seperti itulah yang dialami R . A . Kartini , namun sebagai anak keturunan kaum priayi R . A . Kartini mendapat kesempatan untuk menikmati bangku pendidikan sederajat dengan kaum laki-laki . Beliau terus mengembangkan pendidikan dan kemudian beliau bercita-cita untuk membebaskan kaum wanita dari kejahiliahan paradigma masyarakat pribumi pada saat itu . edisi 48 | majalah dimensi
21