MAJALAH DIMENSI | Page 14

Dikutip dari suaramerdeka.com pada 26 Juli 2013, Bambang Supriyono dari Dinas Pendidikan Jawa Tengah mengatakan bahwa bahasa Jawa atau bahasa daerah tidak dihapuskan dari kurikulum, melainkan hanya diganti sebutannya menjadi pelajaran seni budaya atau muatan lokal. Menurut Estu Pitarto, seorang pemerhati budaya dan bahasa Jawa, memang tidak mungkin kalau bahasa daerah dihapuskan. “Budaya daerah tidak mungkin dihapuskan karena sudah diatur dalam UUD 1945,” ujarnya. Dalam UUD 1945 Bab XIII memang dijelaskan tentang Pendidikan dan Kebudayaan pada pasal 32 (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya dan (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dari isi UUD tersebut jelas sekali bahwa pemerintah seharusnya melindungi keberadaan budaya serta budaya daerah. Namun menurut beberapa pihak, pemerintah masih belum serius dalam upaya pelestarian bahasa daerah yang kini semakin memprihatinkan. Dilansir dari solopos.com pada 15 Januari 2013, Sudharto, ketua Yayasan IKIP PGRI berpendapat demikian. Ia mengambil contoh saat ada pengangkatan guru, pelajaran bahasa Jawa mendapatkan bagian yang sedikit. Selain itu, penggolongan pelajaran bahasa Jawa kedalam mata pelajaran seni budaya, alih-alih menjadi mata pelajaran tersendiri, terkesan kurangnya totalitas dari pemerintah dalam upaya melindungi bahasa daerah. Riska, salah seorang pelajar di SMA 2 Pati menuturkan bahwa di sekolahnya, pelajaran bahasa Jawa diberi alokasi waktu satu jam pelajaran setiap minggu. Sedangkan untuk mata pelajaran bahasa Inggris diberi waktu lima jam dalam seminggu. Padahal, pendidikan merupakan salah satu jalan penting dalam upaya pelestarian budaya asli, dalam hal ini bahasa. Menurut Pardi, kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, pendidikan kini menjadi kunci dalam upaya mengantisipasi tergerusnya kebudayaan lokal. “Lewat pengajaranlah kita berharap ada pelestarian bahasa daerah, kalau mengingat sekarang ini lebih banyak anak-anak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa,” tuturnya. Dalam hal pelestarian budaya daerah, tidak hanya pemerintah yang berperan aktif, namun beberapa kalangan lain seperti pendidik pun ikut berperan aktif. “Kalau saya amati beberapa universitas sekarang banyak yang membuka jurusan bahasa Jawa, dengan demikian terlihat bahwa masih banyak kalangan yang memperhatikan perkembangan budaya daerah khususnya Jawa,” tambah Estu. [] Yayasan IKIP PGRI pun berpendapat bahwa sebaiknya bahasa Jawa dijadikan satu pelajaran tersendiri. Pendapat dari pihak Yayasan IKIP PGRI tersebut memang tak berlebihan bila mengingat bahwa kini jam pelajaran untuk pelajaran bahasa Jawa jauh lebih sedikit dibanding dengan jam pelajaran untuk bahasa asing. 14 majalah dimensi | edisi 49