KELAKAR
yang mendasarkan kegiatannya berdasarkan ingatan.
Barangkali ketika itu benar-benar terjadi, hasil akhir
yang didapat adalah keteraturan.
maka saya membayangkan bahwa kasus-kasus
besar itu adalah udara yang dibelah dan ditinggal di
belakang oleh si anak panah. Terlupakan.
Namun saya tidak pernah terobsesi dengan
keteraturan. Alih-alih senang, saya malah takut
dunia yang serba teratur itu benar-benar tercipta
dan manusia lebih berfungsi sebagai robot.
Suryabrata benar, ada definisi ketiga yang krusial
untuk memori: kemampuan untuk mereproduksi
kesan-kesan. Mengapa ini begitu penting? Jika
kita melihat manusia secara umum dan mendasar,
maka kemampuan untuk mengingat sesuatu identik
dengan ekspresi dan pilihan. Saya pernah melihat
ekspresi orang yang sedang mengingat sesuatu
dan akhirnya mendapatkan apa yang ia mau. Saya
juga pernah melihat seseorang, bahkan mengalami
sendiri sebuah momen ketika saya mengingat standar
atau mekanisme apa saya harus saya lakukan untuk
melakukan sesuatu, namun saya memilih tak acuh
dan melakukannya dengan cara saya sendiri. Kadang
itu berhasil, di beberapa kesempatan saya menemui
kegagalan. Tapi bukankah itu lebih terasa manusia?
Bukankah itu lebih berfungsi sebagai “tempatnya
salah dan lupa”?
Kita ambil saja salah satu contoh kasus, korupsi
misalnya. Ada permasalahan besar mengenai gaung
kasu ̵