LAPORAN UTAMA
“
50 tahun lagi, buku
sejarah perjuangan
bangsa era ini akan
dipenuhi nama-nama
pembuat hestek...
Bukan demonstran di
jalan
“
Menilik Kembali Sosial Media,
WAJAH Baru Pergerakan Mahasiswa
Oleh: Ruhaeni Intan | Desain: Nurul Rachmawati
“50 tahun lagi, buku sejarah perjuangan bangsa
era ini akan dipenuhi nama-nama pembuat hestek...
Bukan demonstran di jalan” adalah salah satu cuitan
Sujiwo Tedjo, juga “Kamu sudah berjuang, Nak? //
Sudah. Banyak malah /// Apa? /// Membuat status di
medsos.” yang ditulis via akun twitternya
@sudjiwotedjo.
Hari ini, pergerakan mahasiswa sedang berubah.
Jika tujuh belas tahun yang lalu, mahasiswakelompok yang disebut berintelektualitas itu, berhasil
meruntuhkan sebuah rezim, pun berpuluh tahun
sebelumnya, juga “berhasil” menjatuhkan seorang
presiden dari kursi kuasa. Mereka juga ramai-ramai
turun ke jalan guna menyuarakan aspirasi mereka.
Tapi itu dulu. Tidak untuk hari ini.
Setelah rezim orde baru runtuh, kebebasan seolah
menjadi teman dekat bagi siapa pun yang hidup di
negara berkembang ini. Pers tak perlu lagi takut kena
bredel. Saking bebasnya, presiden pun bisa dikritik
sepedas cabai oleh siapa saja, tak cuma mahasiswa.
Reformasi benar-benar menawarkan kemudahan
berekspresi. Sayangnya, aksi pergerakan, yang dulu
kerap dilakukan ketika kebebasan masih mahal, justru
tumbang sekarang.
10 | DIMENSI
Mengapa tumbang? Benarkah tumbang?
Mari sejenak kembali ke masa Soekarno. Sewaktu
Soekarno memimpin, budaya barat tidak boleh
dekat-dekat dengan rakyat Indonesia. Alhasil,
rakyat Indonesia terutama kaum muda jauh dari
westernisasi. Sekarang? Westernisasi ada dimanamana, pun modernisasi. Setelah internet berkembang
dan merajai, rakyat Indonesia makin pintar, dan makin
malas.
Hingga saat tulisan ini dibuat, tanggung jawab
mahasiswa masih sama: sebagai kelompok pelopor
perubahan, dan berorientasi pada pengabdian kepada
masyarakat. Tidak ada beda dari tempo dahulu.
Namun, realita sekarang berkata lain. Mahasiswa
mulai kehilangan jati diri. Gerakan mahasiswa loyo.
Sekalipun ada, ramainya hanya terbaca via sosial
media.
Tidak dipungkiri, gerakan mahasiswa pada dahulu
kala begitu dekat dengan radikalisme, meskipun
tidak seluruhnya. Aksi seperti demonstrasi maupun
apel kerap kali berakhir dengan kerusuhan. Sekarang
ini, ketika zaman makin mudah, gerakan mahasiswa
semacam demonstrasi mulai beda kendaraan. Aksi
turun ke jalan, berhadapan langsung dengan aparat