Majalah Cakrawala Edisi 425 Tahun 2015 25 | Page 53
sumbangan berharga mengenai arti penting Nusantara
bagi Eropa dan dunia. Semua itu merupakan “jejakjejak historis” yang menerangkan kejayaan kekuatan
maritim Nusantara di masa lampau.
Pasang Surut Kemaritiman di Indonesia
Popularitas Nusantara sebagai penghasil rempahrempah ternyata mengundang ambisi sejumlah negara
maju di Eropa, seperti Kerajaan Portugis, Belanda,
dan Inggris untuk menaklukkannya. Selain itu, jalurjalur pelayaran dari armada dagang bangsa-bangsa di
Nusantara yang telah dipetakan turut berkontribusi
pada kedatangan bangsa Eropa. Pada tahap ini,
popularitas Nusantara telah berubah menjadi bencana,
karena mengawali berlangsungnya kolonialisme Eropa
di bumi Nusantara. Portugis tampil sebagai kolonialis
Eropa pertama yang berusaha menguasai Nusantara
yang datang sekitar abad ke-15. Meskipun demikian,
Belanda merupakan kolonialis Eropa berikutnya
yang berhasil menguasai Nusantara dan mendirikan
Kolonial Hindia Belanda. Belanda datang ke Indonesia
pertama kali dalam bentuk Kongsi Dagang Hindia
Timur (VOC/Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Koloni Hindia Belanda bertahan di Indonesia selama
kurang lebih 350 tahun berkat politik devide et impera
(pecah belah).
Pada masa kekuasaan Kolonial Hindia Belanda ini,
kejayaan Nusantara sebagai bangsa maritim runtuh
secara sistematis. Segenap potensi maritim di nusantara
sepenuhnya dikuasai dan dikendalikan oleh Belanda.
Semua ini mengubah paradigma bangsa-bangsa di
Nusantara yang semula berorientasi maritim menjadi
bangsa agraris. Kejayaan Hindia Belanda runtuh
ketika bala tentara Kekaisaran Jepang menyerbu
kawasan Asia Tenggara saat pecah Perang Pasifik
(1941-1945). Berakhirnya riwayat Hindia Belanda
dan Pendudukan Jepang telah mendorong bangsa
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya
dan tampil sebagai bangsa berdaulat. Setelah merdeka,
negara Indonesia secara perlahan berusaha merintis
kembali jejak-jejak kejayaan maritim kerajaan-kerajaan
Nusantara guna mengembalikan jati diri asli dan budaya
bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim.
Mengembalikan Kejayaan Maritim Nusantara
Guna mengembalikan jati diri bangsa dari
masyarakat agraris yang lebih berciri kontinen menjadi
bangsa maritim kembali, bukanlah hal mudah. Di
sini, diperlukan langkah-langkah konkrit yang tidak
sebatas wacana atau semboyan melalui implementasi
kebijakan yang lebih berpihak pada kemaritiman.
Guna mengembalikan kejayaan maritim Indonesia
sebagaimana pernah dicapai oleh kerajaan-kerajaan
kuno Nusantara sekaligus mewujudkan Indonesia
sebagai salah satu Poros Maritim Dunia, Presiden
RI Joko Widodo menyampaikan di Forum East Asia
Summit IX di Myanmar bulan November 2014,
bahwa dibutuhkan lima pilar kemaritiman yaitu
(1) Membangun budaya maritim, (2) Menjaga dan
mengelola sumber daya laut dengan bertumpu pada
industri perikanan berbasis nelayan, (3) Infrastruktur
dan konektivitas maritim, (4) Diplomasi maritim
dan kerja sama kemitraan di bidang kelautan, dan (5)
Pertahanan maritim.
Terkait dengan pertahanan maritim, maka mau
tidak mau TNI AL selaku kekuatan pertahanan
utama di bidang maritim harus diperkuat, sehingga
akan menumbuhkan efek penangkalan yang ampuh.
Dengan terwujudnya keamanan dan ketahanan
nasional di bidang maritim yang kondusif otomatis
akan meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia
serta menaikkan citra positif bangsa di tataran
internasional. Sekali lagi, janganlah