Majalah Cakrawala Edisi 425 Tahun 2015 25 | Page 29
menghadapi ancaman seperti pembajakan, penyelundupan,
dan masalah lingkungan akan lebih presisi dan lebih
cepat dengan adanya sistem ini. Kita tidak hanya sedang
bicara mengefisienkan dan mengefektifkan sistem, tetapi
menciptakan jalur informasi, komando, dan kontrol sebagai
bagian penting dari sebuah operasi. Ini berarti sebuah
perubahan sistem berpikir dan budaya di dalam TNI AL.
TNI AL yang harus menjaga kedaulatan Indonesia
sebagai negara kepulauan terluas di dunia dengan perairan
93.000 km persegi, serta garis pantai sepanjang 54.716 km,
harus menjadi pertahanan maritim yang kuat. Pada saat yang
sama, ancaman bisa muncul dari berbagai titik dengan taraf
dan ekskalasi yang bervariasi. Dengan sistem informasi yang
kuat, kemampuan pertahanan maritim dengan KRI sebagai
ujung tombak bisa terpenuhi dengan lebih mumpuni.
Salah satu parameter yang menentukan kekuatan
pertahanan maritim tersebut adalah kemampuan tempur
KRI yang dimiliki oleh TNI AL. KRI harus mampu
melakukan pendeteksian serta memberikan reaksi terhadap
ancaman secara efektif dan efisien. Di sinilah, C4ISR
menjadi alat yang menentukan dalam operasi TNI AL,
terutama dalam operasi tempur.
Dalam perang yang serba cepat ini, dibutuhkan jaringan
antara satuan terkecil hingga komando tertinggi. Jaringan
juga harus bersifat horisontal yaitu antara satuan-satuan
yang satu level. Pembuatan jaringan ini harus mampu
memenuhi hal-hal ini dalam sebuah operasi:
1. Mampu mengolah data yang berasal dari berbagai sensor
menjadi informasi terkait navigasi, potensi ancaman serta
opsi-opsi reaksi yang dapat dilakukan untuk melumpuhkan
ancaman tersebut.
2. Mampu menyampaikan visualisasi menyeluruh tentang
situasi taktis pertempuran.
3. Bisa menyediakan sarana berupa jalur eksekusi real time
untuk melakukan reaksi secara efektif dan efisien melalui
sistem persenjataan yang dimiliki.
4. Ada sarana untuk melakukan koordinasi dengan unit lain
dalam suatu gugus tempur, seperti melakukan pertukaran
data sasaran, perintah, baik dengan unit permukaan, bawah
permukaan dan udara.
Dengan demikian, mudah disimpulkan kalau C4ISR
adalah perangkat lunak yang strategis dalam pertahanan
maritim. C4ISR adalah pertahanan dengan menggunakan
jaringan. Ibaratnya, perangkat lunak adalah otak yang
mengatur seluruh fungsi tubuh. Oleh karena itu, kemandirian
dalam negeri adalah hal yang mutlak dalam membuat sistem
pertempuran dan pertahanan laut. C4ISR adalah jiwa dari
kekuatan angkatan laut. Oleh karena itu, mau tidak mau,
C4ISR TNI AL harus dibangun di dalam negeri.
Kerja sama dengan PT LEN sebagai BUMN adalah
salah satu alternatif. Di negara-negara maju seperti AS dan
Singapura, pembangunan C4ISR dilakukan bersama-sama
antara militer, instansi pemerintah, swasta, bahkan kampus.
Saat ini, sudah banyak instansi yang bergelut dalam bidang ini.
Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPI) misalnya
telah membangun Radar ISRA Coastal. Kementerian
Pertahanan kini tengah membangun kemampuan cyberwar.
Demikian juga BPPT dan Kementerian Ristek memiliki
banyak hasil penelitian dalam bidang elektronika dan
teknologi informasi.
Namun, hal ini tentunya membutuhkan kerja sama dari
berbagai pihak, terutama TNI AL yang dalam hal ini paling
berkepentingan sebagai tumpuan utama. Kontribusi TNI
AL dibutuhkan dalam beberapa hal, seperti:
1. Kerja sama dalam Litbang. TNI AL telah memiliki
Litbang. Di sisi lain, baik BUMN maupun pihak swasta
membutuhkan kerja sama yang erat dari TNI AL sebagai
pengguna utama. Salah satu yang paling penting adalah
data base, termasuk dalam data operasi dan referensireferensi yang ada termasuk kemampuan manusia, seperti
pengalaman dan aksi-reaksi. Lengkapnya data ini membuat
Riset dan Development dari industri-industri ini mampu
menjadi sistem yang mumpuni. Selanjutnya, tentunya akan
ada data-data baru sebagai masukan untuk mengatur ulang
sistem.
2. Perlu integrasi dan sinkronisasi antar kegiatan yang
dilakukan oleh Litbang berbagai instansi di Indonesia,
TNI-AL, Swasta nasional dan BUMN agar pemanfaatan
anggaran dan hasil bisa efisien. Kerap kali penelitian ada,
sudah menghabiskan dana, tapi tidak pernah dipakai. Oleh
karena itu, komunikasi antar instansi sangat penting dengan
demikian, perencanaan di satu instansi produsen/litbang
disesuaikan dengan rencana di instansi pengguna.
3. Integrasi dan koordinasi serta penyatuan tujuan dan visi
misi juga perlu diadakan mulai dari pemegang keputusan
politik sampai pimpinan tertinggi. Dengan demikian ada
keserasian antara TNI AL sebagai pengguna, pembuat
kebijakan, industri.
4. Penguatan SDM di dalam TNI AL baik sebagai pengguna,
maupun sebagai pemelihara dan bahkan perancang. Untuk
ini, SDM TNI AL secara umum harus ditingkatkan agar
dapat menguasai spirit teknologi dan rincian-rincian
teknisnya. Ini juga berarti kerja keras namun juga peluang
untuk prajurit TNI AL.
Pada akhirnya teknologi hanyalah alat. Namun, ada
momentum-momentum yang membutuhkan loncatan
peradaban. Saat ini adal