Majalah Cakrawala Edisi 425 Tahun 2015 25 | Page 22

opini 22 memiliki yurisdiksi atas klaim yang diajukan Philipina; 2) Arbitrase memutuskan memiliki yurisdiksi dan memutuskan untuk mendukung posisi RRT; 3) Arbitrase mengabulkan seluruh klaim yang diajukan Filipina. Analisa terhadap kemungkinan putusan Mahkamah Arbitrasi ini antara lain: 1) apabila Mahkamah Arbitrase memutuskan tidak mempunyai yurisdiksi terkait sengketa yang diajukan maka permasalahan sengketa Laut Tiongkok Selatan akan kembali seperti saat ini; 2) apabila Mahkamah Arbitrasi menyatakan bahwa “9 dotted lines” bertentangan dengan kententuan UNCLOS 1982, maka persoalan wilayah ZEE dan landas kontinen Indonesia di wilayah tersebut tidak akan menjadi isu; 3) apabila Mahkamah Arbitrasi menolak memberikan penilaian tentang keabsahan “9 dotted lines” karena tidak bisa menentukan status pulau/karang/bentukan geografis yang ada di Laut Tiongkok Selatan, maka sengketa Laut Tiongkok Selatan akan tetap menjadi misteri. Sampai saat ini posisi Indonesia dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan antara lain: 1) Indonesia bukan negara klaiman (non-claimant state); 2) “9-dottedlines” tidak memiliki dasar hukum internasional yang kuat dan bertentangan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB 1982; 3) Mengajak seluruh negara yang bersengketa untuk menciptakan solusi yang damai dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip dan semangat yang terkandung dalam Declaration on the Conduct of State Parties in the South China Sea 2002 (DoC). Indonesia bukan sebagai claimant state ditegaskan dalam berbagai forum antara lain: 1) Pernyataan Wamenlu Tiongkok Tang Jiangsuan kepada Dubes RI di Beijing (Juni 1995): Pemerintah RRT tidak memiliki klaim kewilayahan atas Kepulauan Natuna yang menurut Wamenlu Jiangsuan hal tersebut perlu ditegaskan guna mencegah munculnya kesalahpahaman dalam hubungan RI-RRT; 2) Pernyataan Menlu Qian Qichen kepada Menlu Ali Alatas di Beijing (Juli 1995): Kepulauan Natuna adalah milik RI dan RRT tidak pernah klaim wilayah tersebut. RRT dan RI tidak memiliki sengketa di Kepulauan Nansha (Spratley Islands) dan tidak ada klaim tumpang tindih. Putusan Mahkamah Arbitrase yang kemungkinan akan dibacakan pada awal tahun 2016, akan membawa perubahan penting bagi Indonesia, antara lain: 1) Wilayah Landas Kontinen dan ZEE (WPPNRI) akan terpengaruh pada putusan Mahkamah Arbitrase. Walaupun Mahkamah Arbitrase tidak akan memutuskan status kepemilikan pulau/karang/bentukan alamiah lainnya di Laut Tiongkok Selatan, akan tetapi yang akan diputuskan adalah status perairan terkait dengan klaim 9 dash line; 2) Vietnam telah melakukan intervensi terhadap kasus ini dan dimungkinkan negara lain yang berkepentingan pada perairan di Laut Tiongkok Selatan akan ikut melakukan intervensi guna menegaskan hak dan kepentingan mereka. Indonesia karena memiliki wilayah perairan di Laut Tiongkok Selatan semestinya ikut mengambil sikap terhadap kasus ini; 3) Selama proses persidangan, putusan, dan setelah putusan Mahkamah Arbitrase akan meningkatkan ketegangan di Laut Tion