Majalah Cakrawala Edisi 422 Tahun 2014 | Page 47

L etak Tanjung Datu memang berbatasan langsung dengan Malaysia. Namun faktanya, Tanjung Datu sepenuhnya wilayah milik Indonesia. Berdasarkan pantauan, lokasi tiang pancang yang telah dibangun Malaysia berada kurang 1 km dari bibir Pantai Tanjung Datu. Jika dilihat dari udara, tiang-tiang pancang itu memang kini tak terlihat begitu jelas. Dari atas laut, tiang pancang yang akan dijadikan mercusuar oleh militer Malaysia itu terlihat seperti tumpukan batu. Kapal-kapal milik TNI terlihat terus berpatroli di sekitar tiang pancang itu. Saat ini sudah tidak ada lagi kegiatan pembangunan mercusuar di tempat tersebut. Tak mau terjadi perang antar tetangga, bakal dilakukan verifikasi koordinat bersama, untuk menentukan pembangunan mercusuar masuk wilayah negara mana. Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, membuat pernyataan keras terhadap Malaysia atas tiang pancang sebagai pembangunan mercusuar oleh Malaysia di Tanjung Datu. Panglima TNI meminta Malaysia untuk membongkar tiang pancang tersebut atau TNI yang akan membongkarnya. Pernyataan keras Panglima TNI didasarkan pada Perjanjian Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia tahun 1969 dan Konvensi Hukum Laut 1982 di mana Malaysia dan Indonesia telah meratifikasi. Berdasarkan Perjanjian Landas Kontinen, pemasangan tiang pancang berada dalam koordinat hak berdaulat Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Pasal 80 Konvensi Hukum Laut 1982 secara tegas disebutkan bahwa negara yang mempunyai hak berdaulat di landas kontinen mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan memiliki kewenangan dan pengaturan atas instalasi yang dibangun di atasnya. Bila Malaysia hendak membangun mercusuar di wilayah landas kontinen Indonesia maka Malaysia wajib meminta izin kepada Indonesia. Malaysia sepertinya mencoba untuk menunda dan mengulur-ulur waktu dalam membongkar tiang pancang meski telah dilakukan perundingan. Malaysia terlihat hendak bertahan dalam membangun mercusuar dengan harapan pemerintah Indonesia akan lalai dalam perhatian dan pada gilirannya mengabaikan. Oleh karenanya ultimatum Panglima TNI yang intinya bila dalam kurun waktu tertentu Malaysia tidak juga membongkar tiang pancang, maka berdasarkan Pasal 80 Konvensi Hukum Laut 1982 Indonesia dapat membongkarnya. Protes dan keberatan Malaysia terhadap tindakan Indonesia untuk membongkar tidak akan mungkin mengingat tiang pancang tersebut berada di landas kontinen Indonesia. Kalaupun saat ini otoritas Indonesia meminta Malaysia secara sukarela untuk membongkar tiang pancang tersebut, hal tersebut dalam rangka menjaga hubungan baik dan semangat solidaritas ASEAN. Namun demikian Indonesia tentu tidak bisa membiarkan kebaikan Indonesia dimanfaatkan oleh Malaysia dengan tidak bertindak tegas. Dalam konteks inilah pernyataan Panglima TNI patut diapresiasi. Bila Malaysia tidak melakukan pembongkaran maka sudah sewajarnya TNI sebagai penjaga kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia yang akan melakukan pembongkaran tiang pancang Malaysia. ©Cakrawala Cakrawala Edisi 422 Tahun 2014 47