OPINI
42
Nusantara Indonesia
Dalam Poros Maritim Dunia
dan Tantangannya
M
edia massa luar negeri menyoroti tingginya angka
perompakan di laut yang terjadi di perairan
Asia Tenggara, khususnya di wilayah Indonesia.
Data yang diambil dari media massa tersebut berasal
dari International Maritime Bureau (IMB) dan Regional
Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed
Robbery against Ships in Asia (ReCAAP). Kasus cukup besar
yang diangkat adalah kapal tanker Orapin 4 yang membawa
muatan 4 juta liter minyak solar senilai 2 juta dollar AS
(sekitar Rp 23,3 miliar) dengan modus muatan dikuras dan
dipindahkan ke kapal lainnya hanya dalam waktu 10 jam.
Mengkaji data dari IMB maupun ReCAAP menunjukan
tingkat kriminalitas di laut sangat fluktuatif dan masih
cukup tinggi. IMB dan ReCAAP mempublikasikan data-data
kejahatan di laut dalam berbagai bentuk dan variasi, yang
menarik adalah kedua lembaga tersebut dalam menyajikan
datanya sering berbeda walaupun bekerja dalam wilayah
yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan pasokan data
yang berbeda atau cara menyajikan data yang berbeda, atau
ada motif lain terkait dengan data yang dipublikasi.
IMB merupakan lembaga swadaya masyarakat yang
berada di Kuala Lumpur yang memfokuskan pada distribusi
informasi terkait dengan pembajakan dan perompakan,
sedangkan ReCAAP merupakan lembaga antar negara yang
mempunyai fungsi hampir sama dengan IMB. Indonesia
dan Malaysia tidak menjadi anggota ReCAAP dengan
berbagai alasan antara lain ReCAAP dibentuk sepertinya
menempatkan wilayah Indonesia sebagai objek misi lembaga