Inbox Magz Mei 2015 | Page 23

OPINION Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa GDP Indonesia mengalami penurunan. Dalam kuartal pertama tahun ini, Indonesia hanya berhasil mencatat pertumbuhan 4.71% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan 5.14% di kuartal sebelumnya. Meski perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini telah diprediksi oleh berbagai pihak, namun Bank Indonesia menekankan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menjaga kebijakan moneter ketat demi mengendalikan stabilitas makro. Ditegaskan pula bahwa BI akan terus berkoordinasi dengan pemerintah, tetapi tidak akan membiarkan terjadinya intervensi pemerintah terhadap kebijakan moneter. Depresiasi Rupiah makin membebani dengan melorotnya cadangan devisa akhir April ke 110.9 miliar USD dari 111.6 miliar USD pada akhir bulan Maret akibat meningkatnya pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah serta penggunaan devisa guna stabilisasi nilai tukar Rupiah. Meski begitu, menurut Bank Indonesia, cadangan devisa tersebut masih diatas standar kecukupan internasional karena masih cukup membiayai 6.9 bulan impor. Di akhir kata sebagai penutup, saya mengutip salah satu pernyataan yang tertuang di salah satu kolom dari The Economist edisi Asia yang dengan nada optimis menyatakan bahwa, “in the longer term, Indonesia’s prospects are brighter. Better infrastructure should lower transport costs and attract more business investment—including from foreigners. With a healthier and better-educated workforce, Indonesia would rely less on extractive industries. Instead, more people could find work in services and higher-value manufacturing— semiconductors and smartphones rather than T-shirts and trainers. And having got fuel subsidies out of the way, Jokowi can move on to thornier problems of streamlining a tangled tax regime, regulatory apparatus and government bureaucracy. Ditulis Oleh: Sri Wahyudi EDISI X MEI 2015 23