Great ISS Maret 2019 | Page 8

Indonesia Darurat Sampah Penduduk Indonesia menghasilkan 65 juta ton sampah setiap harinya. Dari semua sampah yang dihasilkan tersebut, 24% mengotori ekosistem, hanya 7% yang didaur ulang, dan 69% di antaranya berakhir di TPA (CNN Indonesia, 2018). Kecilnya jumlah sampah yang didaur ulang dan tingginya jumlah sampah yang menumpuk di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah ini menimbulkan banyak masalah sosial maupun lingkungan, salah satunya adalah ancaman TPA-TPA di Indonesia yang tak lagi bisa beroperasi dikarenakan kelebihan kapasitas. Contohnya TPA/TPST Bantar Gebang di wilayah Bekasi, Jawa Barat yang memiliki luas 110,3 hektar dengan ketinggian gundukan sampah mencapai 30 meter disinyalir hanya mampu menampung masuknya 7000-7500 ton sampah penduduk DKI Jakarta hingga maksimal 3 tahun lagi. Hal yang hampir serupa juga terjadi di TPA lainnya seperti TPA Suwung di Bali, dan TPA Piyungan di Jogjakarta. Zero-Waste to Landfill dari Waste4Change: TAK ADA SAMPAH PERUSAHAAN Mengembalikan Fungsi TPA Menurut UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, TPA merupakan singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir, yaitu tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman, baik bagi manusia maupun lingkungan itu sendiri. Kenyataannya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap TPA sebagai Tempat Pembuangan Akhir. Pada dasarnya Prinsip 3R (Reduce-Reuse- Recycle) merupakan urutan langkah untuk mengelola sampah dengan baik. Prioritas utama adalah Reduce, yaitu mengurangi timbulan sampah, lalu Reuse, menggunakan kembali, baru Recycle, mendaur ulang material untuk memberikan bahan tersebut kesempatan kedua. Setelah 3R tersebut masih ada 2 tahapan lagi dalam pengelolaan sampah, yang pertama Recover, memulihkan bahan-bahan yang tidak lagi bisa didaur ulang menjadi sumber energi/bahan material ramah lingkungan untuk menghindarkannya dari 8 Vol. 4 - No. 12 | Maret 2019 | GREAT ISS