Indonesia Darurat Sampah
Penduduk Indonesia menghasilkan 65 juta ton
sampah setiap harinya. Dari semua sampah
yang dihasilkan tersebut, 24% mengotori
ekosistem, hanya 7% yang didaur ulang,
dan 69% di antaranya berakhir di TPA (CNN
Indonesia, 2018).
Kecilnya jumlah sampah yang didaur ulang dan
tingginya jumlah sampah yang menumpuk di
TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah ini
menimbulkan banyak masalah sosial maupun
lingkungan, salah satunya adalah ancaman
TPA-TPA di Indonesia yang tak lagi bisa
beroperasi dikarenakan kelebihan kapasitas.
Contohnya TPA/TPST Bantar Gebang di
wilayah Bekasi, Jawa Barat yang memiliki luas
110,3 hektar dengan ketinggian gundukan
sampah mencapai 30 meter disinyalir hanya
mampu menampung masuknya 7000-7500
ton sampah penduduk DKI Jakarta hingga
maksimal 3 tahun lagi. Hal yang hampir serupa
juga terjadi di TPA lainnya seperti TPA Suwung
di Bali, dan TPA Piyungan di Jogjakarta.
Zero-Waste to Landfill dari Waste4Change:
TAK ADA SAMPAH PERUSAHAAN
Mengembalikan Fungsi TPA
Menurut UU 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, TPA merupakan
singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir, yaitu
tempat untuk memproses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman,
baik bagi manusia maupun lingkungan
itu sendiri. Kenyataannya, sebagian besar
masyarakat Indonesia masih menganggap TPA
sebagai Tempat Pembuangan Akhir.
Pada dasarnya Prinsip 3R (Reduce-Reuse-
Recycle) merupakan urutan langkah untuk
mengelola sampah dengan baik. Prioritas
utama adalah Reduce, yaitu mengurangi
timbulan sampah, lalu Reuse, menggunakan
kembali, baru Recycle, mendaur ulang
material untuk memberikan bahan tersebut
kesempatan kedua. Setelah 3R tersebut
masih ada 2 tahapan lagi dalam pengelolaan
sampah, yang pertama Recover, memulihkan
bahan-bahan yang tidak lagi bisa didaur ulang
menjadi sumber energi/bahan material ramah
lingkungan untuk menghindarkannya dari
8
Vol. 4 - No. 12 | Maret 2019 | GREAT ISS