Great ISS Agustus 2018 | Page 8

TOPIK TERKINI LRT dan MRT, Solusi Kemacetan di Perkotaan Kemacetan lalu lintas merupakan dinamika yang mewarnai kota-kota besar dengan perputaran roda ekonomi yang begitu pesat. Jakarta adalah contoh kota besar yang hingga kini belum mampu melepaskan diri dari masalah klasik tersebut. Menurut riset berjudul Inrix 2017 Traffic Scorecard, Jakarta berada pada peringkat 12 kota-kota termacet di dunia, dan berada pada urutan dua setelah Bangkok untuk kawasan Asia. Pada pengujung 2017, Bappenas juga sudah merilis perhitungan terkait kerugian bahan bakar yang dikeluarkan akibat kemacetan di Jakarta, yaitu mencapai 5 miliar dolar AS atau sekitar Rp67,5 triliun setiap tahunnya. Nilai yang tidak bisa dibiarkan menguap begitu saja tanpa hasil yang nyata. Keberadaan Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rapid Transit (LRT) menjadi salah satu solusi mengurangi kemacetan di Jakarta. Keduanya hadir menyemarakkan moda transportasi yang sebelumnya sudah ada di Tanah Air, yakni Commuter Line (KRL) yang memiliki fungsi dan model yang mirip dengan MRT dan LRT. Lalu, apa perbedaan di antara ketiganya? Mari kita perhatikan beberapa perbedaan berikut PERBEDAAN MRT, LRT & KRL MRT LRT KRL Rangkaian Kereta 6 gerbong 2-4 gerbong 8-10 gerbong Kapasitas Penumpang 1.950 penumpang 600 penumpang 2.000 penumpang Target Penumpang per Hari 173.400 penumpang 360.000 penumpang 1.200.000 penumpang Perlintasan Layang & Bawah Tanah Layang Layang & Atas Tanah Pengoperasian Sistim Otomatisasi Masinis Masinis 8 Vol. 3 - No. 10 | Agustus 2018 | GREAT ISS Pembangunan sistem transportasi MRT atau LRT bukan semata-mata soal kelayakan ekonomi atau finansial. Dengan kata lain, bukan sekadar persoalan untung rugi. Namun, lebih mencerminkan bagaimana sebuah kota mendukung kegiatan perekonomian warganya. Tujuan dibangunnya sistem MRT atau LRT adalah agar warga kota bisa melakukan mobilitas mereka dengan sarana yang bisa diandalkan, terpercaya, aman, nyaman, serta terjangkau. Selanjutnya, kondisi seperti apa yang bisa mendukung tercapainya tujuan utama pembangunan sistem transportasi MRT atau LRT? Pertama, adanya kemitraan dengan setiap pemangku kebijakan baik sebagai regulator maupun operator. Kedua, terkait peningkatan kapasitas bagi setiap insan dan institusinya. Ketiga, integrasi dengan moda transportasi massal lainnya seperti kereta api jalur lingkar atau feeder. Hal yang tidak kalah penting adalah jarak antara stasiun LRT atau MRT sehingga memudahkan penumpang turun lebih dekat ke tujuan akhir mereka. Sejatinya, budaya bertransportasi juga ditentukan oleh infrastruktur transportasi yang dibangun pemerintah. Masyarakat di negara- negara maju, misalnya Singapura, Jepang atau Jerman adalah masyarakat yang patuh dan disiplin dalam menggunakan transportasi umum berbasis rel. Sangat bertolak belakang dengan budaya transportasi mobil pribadi yang cenderung boros sebagai akibat kemacetan. Perubahan pola bertransportasi pernah dan akan tetap terjadi dalam kehidupan masyarakat sebuah kota atau negara. Jadi, kita juga diharapkan untuk bisa menyesuaikan diri ketika MRT atau LRT beroperasi penuh di kota-kota besar di Indonesia. Mari kita dukung budaya bertranportasi yang baru ini demi kemajuan, kenyamanan, dan kualitas hidup yang lebih baik di Indonesia.