Geo Energi edisi oktober 2013 | Page 7

Opini GEO ENERGI, EDISI OKTOBER 2013 Sabrun Jamil Wakil Pemimpin Umum Geo Energi K isruh mengenai pengelolaan blok-blok migas yang dikelola kontraktor asing terus bergulir bagai bola liar. Beberapa pihak ngotot menginginkan pengelolaan blok-blok migas diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya Pertamina. Sementara pihak lain mempertanyakan apa yang salah dengan kontraktor asing selama mereka bisa memenuhi kewajibannya. Saya sungguh tak habis mengerti jalan pikiran orang yang menentang kontraktor asing. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Benarkah isu kepentingan rakyat yang mereka perjuangkan atau hanya demi memuluskan kepentingan pribadi belaka. Inilah yang masih saya ragukan, sebab menurut saya bobroknya pengelolaan migas nasional bukan karena asing atau non-asing. Tetapi soal bagaimana kinerja pemerintah mengawasi dan mengontrol pengelolaan migas nasional. Asing, nasional, maupun lokal sesungguhnya sama saja. Meskipun kontraktor nasional, kalau mentalnya perampok, tetap saja perampok. Pemerintah harusnya mempunyai power yang kuat untuk mengontrol dan menentukan nasib pengelolaan migas nasional. Pertimbangan terpenting adalah siapapun yang mengelola blok migas nasional, harus bisa dan mau dikontrol oleh pemerintah. Jadi, dasar pertimbangannya bukan siapa yang akan mengelola, tetapi bagaimana mengontrol pengelolaan migas nasional supaya efisien, transparan, dan berpihak kepada kepentingan rakyat Indonesia. Itu saja. Kita harus berdaulat, harus punya power. Kalau pemerintah punya power, perusahaan asing sebagai pekerja dalam mengelola migas, seharusnya tunduk kepada aturan kita. Jadi, tidak ada masalah dengan perusahaan asing. EDISI 36 / Tahun III / oktober 2013 Pengelolaan Blok Migas Mengapa Hanya Asing yang Ditentang? Pertanyaannya, mampukah pemerintah bertindak tegas. Bisakah pemerintah membuat mereka mengikuti aturan main di negara kita. Carut marutnya pendapatan dari sektor migas, salah satunya disebabkan oleh gagalnya kontrol oleh pemerintah. Akibatnya, hasil dari pengelolaan migas nasional hanya dinikmati oleh segelintir orang, yang biasa disebut mafia migas. Bahkan, katanya selama bertahuntahun sumber daya migas kita dikeruk oleh pihak-pihak yang mampu melobi pemerintah untuk mengelola blok-blok migas kita. Pihak-pihak ini bukan hanya perusahaan-perusahaan asing, tetapi juga perusahaan nasional atau BUMN. Semua sama saja. Makanya, saya katakan asing atau nasional, tidak masalah, yang terpenting harus bisa dikontrol agar pengelolaan migas berjalan transparan dan berpihak pada kepentingan rakyat. Selama pemerintah tidak tegas mengontrol pengelolaan migas nasional, tidak transparan, dan tidak pro-rakyat, maka keadaannya sama saja. Mafia migas akan tetap bebas beraksi menikmati kekayaan alam Indonesia. Mafia migas adalah mereka yang berada di perusahaan swasta baik domestik, asing, BUMN, dan oknum di eksekutif dan legislatif yang bekerja sama untuk mendapat keuntungan dengan cara memburu rente. Jadi, kerugian negara di sektor migas bukan hanya karena dikelola oleh asing, tetapi karena ulah para mafia migas. Parahnya para mafia migas ini kebanyakan dari kalangan pemerintah dan orangorang yang punya akses ke pemerintah. Mereka ini yang rela menggadaikan kekayaan alam kita kepada pihak-pihak tertentu, nasional maupun asing, dengan membuat kesepakatan yang tidak prorakyat, demi mendapat upeti atau bagian dari hasil pengelolaan migas tersebut. Jika selama ini pengelolaan migas kacau balau, tidak karuan, dan cenderung dinikmati oleh segelintir orang, ini adalah bukti nyata dari buruknya kinerja pemerintah dalam menjalankan tugas. Sistem tata kelola di bawah UU Migas No 22/2001 dianggap sebagai legalisasi liberalisasi migas di Indonesia. UU ini dinilai melanggar konstitusi dan merugikan negara secara finansial. Padahal, kerugian itu dikarenakan ulah para pemburu rente yang bersekongkol dengan pejabat pemegang otoritas. Inilah kemudian yang sering disebut sebagai “mafia migas”. Untuk itu perlu ada lembaga dan peraturan pendukung untuk mengawal udang-undang tersebut. Kita berharap UU Migas yang sedang digodok pemerintah dapat membuat pengelolaan migas lebih transparan dan terkontrol. Ingat, kalau pemerintah dan orang-orang yang berteriak menuntut nasionalisasi pengelolaan migas benarbenar pro-rakyat, buatlah peraturan (UU Migas) dan sistem pengelolaan migas yang pro-rakyat, transparan, dan dapat dikontrol. Saya kira kalau sistemnya benar dan orang-orang yang berada dalam sistem ini juga benar, mau dikelola oleh asing atau nasional, hasil migas kita pasti akan lebih efektif dan efisien. Masyarakat juga harus jeli dan pintar, jangan mau terus dibodohi oleh pemerintah dan antek-anteknya. Lihat saja berapa banyak wakil rakyat yang teribat korupsi, berapa banyak pejabat di sektor migas yang menjadi pesakitan karena kasus korupsi. Ini bukti bobroknya sistem pengelolaan migas nasional. Jelaslah sudah, mau pribumi, BUMN, perusahaan asing, kalau mentalnya perampok tetap saja perampok. Kalau pemerintah tak mampu menangkap perampok, rumusnya ada dua: bodoh atau terlibat. • berita terkait DI halaman 10 7