Minyak & Gas
Rapat DPR membahas revisi UU Migas
Mencari Jalan Keluar
Ruwetnya Investasi Migas
Proses perizinan investasi di sektor migas panjang dan
bertele-tele. Wajib mampir di 12 Kementerian dengan
270 perizinan. Tibalah waktunya pemerintah berhenti
mengobok-obok sektor migas.
Oleh ishak pardosi
C
sarwono
EDISI 36 / Tahun III / oktober 2013
energi/
32
Indonesia akan seratus persen
menjadi negara pengimpor pada
dasawarsa mendatang. Padahal
saat ini saja, impor BBM masih
menjadi salah satu penyumbang
terbesar defisit neraca
perdagangan. Lihat saja, rata-rata
produksi minyak di Indonesia
sebesar 830-840 ribu barel per
hari, sedangkan kebutuhan
domestik mencapai 1,3-1,4 juta
barel per hari.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Sederhana saja, merevisi UU
Migas No 22 Tahun 2001. Di
samping memangkas proses
perizinan tentunya. Ini pula yang
ditunggu-tunggu SKK Migas.
Kepala Bagian Humas SKK Migas,
geo
adangan minyak dan
gas di perut Indonesia
diprediksi akan habis
10 tahun mendatang.
Agar tidak kehabisan
stok, segala upaya telah dilakukan.
Antara lain menggenjot program
energi terbarukan sekaligus
mengerem konsumsi BBM
lewat konversi ke BBG. Namun
sesungguhnya, cadangan migas
Indonesia masih bisa diekplorasi,
paling banyak di lepas pantai.
Persoalannya, formula perizinan di
industri migas belum sempurna,
yang berujung pada keengganan
para investor.
Jika ini dibiarkan berlarutlarut, bukan tidak mungkin
Elan Biantoro menegaskan hal
tersebut dalam diskusi “Investasi
Migas Jadi Perhatian” di Hotel
Aston, Jakarta, Rabu (4/9/2013).
“Kami selalu diserang pihak-pihak
yang mengatakan bahwa SKK
Migas adalah lembaga adhoc
yang sementara. Kami berharap,
pemerintah segera merevisi atau
membuat UU Migas,” kata Elan.
Selain Elan, diskusi tersebut
juga dihadiri Pengamat ekonomi
energi, Darmawan Prasodjo,
Anggota Komisi VII DPR Daryatmo
Mardiyanto, serta sejumlah
pelaku usaha industri migas. Elan
berharap, dengan penuntasan
revisi UU Migas menjadi penting
agar status lembaga SKK Migas
semakin kuat secara hukum.
Dengan begitu, lembaga yang
mengatur hulu migas itu semakin
mendapat kepercayaan dari para
kontraktor. “Kepastian hukum itu
sangat penting di industri migas,”
katanya.
Sementara itu, pengamat
ekonomi energi, Darmawan
Prasodjo, mengatakan ada
empat faktor penting yang harus
dimasukkan ke dalam Rancangan
Undang-undang (RUU) Migas
yang baru. Keempat faktor
utama tersebut adalah grand
intelligent design, expanding asset
base, smart fiscal strategy dan
leadership.
“Pertama sekali, perlu adanya
grand design yang sangat
kompleks dan cerdas untuk
menyatukan semua institusi
migas. Saat ini, kendalanya adalah
fragmented governors di industri
migas, saling gontok-gontokan.
Namun, tidak ada satu institusi pun
yang mampu memegang kendali,”
ujar Darmawan.
Darmawan melanjutkan, revisi
UU Migas sebaiknya dirancang
dengan tujuan mengembangkan
aset nasional (expanding asset
base). “Pertamina dibangun
berdasar pada profit, dengan
revenue yang masuk ke Bendahara
Umum Negara (BUN) milik Bank
Indonesia. Sehingga, susah mau
mengembangkan aset, wong
modalnya sedikit. Sedangkan
Petronas berdasar pada
pertumbuhan, sehingga 70 persen
revenue jadi milik Petronas untuk