Garuda Indonesia Colours Magazine March 2014 | Page 102

100 Explore | Flavours rapi malam itu dengan memakai sepatu hak tinggi. Namun hidangan yang disajikan cukup menjanjikan dan hal itu sudah cukup bagi saya. Kami pun memesan ikan bakar, tumis kangkung dan sup ikan asam dengan sambal tomat, kemangi, irisan timun dan terung goreng. Semua sangat lezat. Bagi saya, tak mudah berada jauh dari pasar, sehingga akhirnya saya pun kembali lagi keesokan harinya. Kali ini, saatnya mengenal lebih dekat penduduk lokal dan makanan mereka. Kami pun membeli berbagai kudapan dari ketan yang dibubuhi santan, gula aren dan kelapa parut. Tampak mirip tapi tak sama dengan yang biasa saya makan di Bali. Saya masih terbayang kue lapis dari beras yang saya beli. Bak karamel yang lembut di setiap lapisnya. Saya pun mengobrol dengan seorang ibu yang ramah di pasar tentang bagaimana membuat sambal. Ibu itu suka memasak dan bercerita mengenai cabai dan menu kesukaannya. Saya pun langsung mencatat resep cumi-cumi bungkus daun pisang yang dia berikan (saya akan bagikan bila sudah berhasil membuatnya). Pada kunjungan berikutnya saya akan memintanya memasak untuk saya. Saya membeli bunga pepaya (ini sayuran favorit saya), seikat selada air dan sotong dengan irisan bambu muda untuk saya diskusikan dengan seorang juru masak di Hotel Bintang Flores bagaimana cara memasaknya. Dalam perjalanan pulang, kami mampir di Cafe Selini, salah satu kafe paling menarik di Labuan Bajo dengan arsitektur bergaya Yunani, untuk menikmati secangkir kopi Flores. Kopi yang saya minum adalah Robusta. Rasanya lebih encer daripada yang saya bayangkan. Pas seperti yang saya butuhkan setelah berkeliling pasar pagi ini. Rencana pun terlaksana dan sang koki setuju memasak sotong yang saya bawa untuk menu makan siang. Menu yang ada terdiri dari tumis bunga pepaya dengan selada air, sotong dengan serai dan saus tomat, lalu sup ikan kesukaan saya dan sambal dengan tomat dan ketimun. Semua resepnya sudah saya kantongi! Untuk makan malam, kami pun kembali ke kota dan bersantap di pasar malam yang berada dekat pelabuhan untuk menikmati sajian kakap, kerapu, nila dan baronang, ada yang diberi sedikit bumbu dan dibakar, sedang ada pula yang dibumbui dengan kaldu bening yang beraroma jeruk nipis dan kemangi, semua disajikan bersama tumis kacang, irisan timun dan sambal serta minuman dingin. Jika makanan tangkapan hasil laut segar ada di hadapan Anda, makanan lainnya jadi terasa kurang penting. Tempat makan yang berlokasi di pinggir pantai ini cukup terkenal dengan ciri khas tempat makan di Asia, yaitu makan beramai-ramai, ikan segar yang dipajang, tenda pedagang yang warna-warni, makan di udara terbuka dan aroma serta asap dari ikan yang dibakar dengan arang batok. Jika makanan tangkapan hasil laut segar ada di hadapan Anda, makanan lainnya jadi terasa kurang penting. Tiny Flores chillies for sale at the market. Akhirnya tiba saatnya kami ‘berburu’ komodo. Dengan perahu motor, kami menuju Pulau Rinca untuk melihat sosok binatang serupa naga ini. Mereka tampak sedang tidur di bawah pohon. Setelah beberapa kali memotret, kami mengambil jalan pintas melewati hutan dan padang rumput menuju Pulau Kelor untuk berenang. Rasanya saya belum pernah melihat pantai seindah ini. Teluk keci