Garuda Indonesia Colours Magazine March 2014 | Page 101
Explore | Flavours
Saat menginjakkan kaki
di Bandara Labuan Bajo, bisa
dimaklumi jika Anda merasa
seperti berada di Jamaika. Para
pengemudi berambut keriting
terlihat di antara para penyambut
yang berada di ruang kedatangan,
hanya kurang suara gitar, drum
dan alunan musik reggae. Sambil
tersenyum, sopir yang akan
mengantarkan kami pun maju
memperkenalkan diri, dan kami
langsung berada di belakangnya,
bersiap untuk bertualang di Flores.
Hotel kami, Bintang Flores Hotel, hanya sejauh
sepuluh menit dari bandara dengan lokasi di tepi
pantai, tak jauh dari pusat kota. Kamar kami
menghadap ke laut berwarna biru-hijau toska,
dengan deretan gunung, pohon kelapa dan pulau
di kejauhan. Sulit rasanya untuk tak tersihir
oleh keindahan panorama ini. Saya pun
langsung jatuh cinta.
Yang pertama kali saya nikmati; makan siang di
Bintang Flores Hotel. Kami memesan nasi goreng,
yang ternyata enak sekali, dengan sup ikan, daging
ikan putih dengan bumbu kunyit, serai, tomat dan
cabai. Saya samar-samar bisa merasakan perasan
jeruk nipis yang menyegarkan.
Kami pun beranjak untuk menjelajah lebih jauh
lagi, bagi saya ini artinya mengunjungi pasar
tradisional. Dalam perjalanan kami ke kota yang
melewati daerah pegunungan, kami melewati
sebuah pelabuhan besar. Sepertinya, dermaga ini
pernah menjadi tempat perdagangan yang ramai.
Saya pernah diberitahu bahwa orang-orang seperti
hobbit pernah tinggal di daerah ini dan di daerah
mistik mirip Lord of the Rings ini, hal seperti itu
tampaknya mungkin terjadi.
Berlokasi di pinggir pelabuhan dekat dermaga,
pasar yang kami datangi ini tak jauh dari lokasi
real estate terbaik di Labuan Bajo. Pasar ini tak
begitu besar tetapi memiliki ikan segar dalam
beragam ukuran dan warna, buah, sayuran dan
banyak lagi. Labuan Bajo masih terasa seperti
sebuah desa nelayan walaupun dalam setiap
artikel yang saya baca, daerah ini dikatakan
merupakan pusat rekreasi yang ramai. Saya
sedikit bingung dengan definisi ramai, karena
menurut saya di sini suasananya santai dan sepi.
Ketika senja tiba, kami menuju ke Lounge Bar
di Jalan Soekarno-Hatta. Dari rooftop, tampak
pemandangan pelabuhan yang berkelip indah.
Perahu-perahu bergaya Pinisi yang sedang
membuang sauh menambah romansa dan
glamornya lautan. Kami bersantai di atas
sofa dan terpesona dengan keberagaman dan
keindahan tujuan wisata Indonesia. Sambil
menatap indahnya bintang-bintang, saya pun
membayangkan indahnya tur keliling pulau.
Untuk makan malam, kami bersantap di rumah
makan pinggir laut sederhana bernama Philemon,
tak jauh dari pasar. Saya merasa berdandan terlalu
Café Selini.
View of bay from La Cucina.
A fish seller at the market.
99