dalam satu semester terakhir
kepemimpinan SBY merupakan periode
kritis. Apalagi negara-negara tetangga
mulai berulah dengan mencoba
mengganggu Indonesia dengan
persoalan-persoalan kecil.
Australia misalnya, melakukan
spionase dan pelanggaran batas laut,
negara tetangga Asean memulangkan
TKI secara mendadak, termasuk sikap
Singapura yang memprotes penamaan
kapal perang.
’’Kalau tak disikapi dengan serius,
politik luar negeri Indonesia bakal babak
belur,’’ tambahnya.
Di sisi lain, diplomat senior Dino
Patti Djalal, mengakui politik luar
negeri yang dijalankan SBY sangat
baik. Mantan Dubes RI di Amerika
Serikat itu, berharap selain melanjutkan
program SBY, ada perhatian juga untuk
Kementerian Luar Negeri.
Persoalan anggaran, kata dia,
adalah masalah yang perlu diperhatikan.
’’Ada budaya di Kemlu tak mau
meminta lebih banyak. Begitu ada,
penyerapannya hanya 60 persen,’’ kata
Dino, yang juga maju sebagai peserta
Konvensi Capres Partai Demokrat ini.
Selama 10 tahun belakangan,
kata Dino, profil Indonesia di dunia
internasional sangat bagus.
’’Pada 14 tahun lalu, Indonesia
dipandang Amerika dan dunia
internasional sebagai bangsa pesakitan.
Semua yang dilakukan salah dan tak
beres karena banyak persoalan dan
kekerasan,’’ kata dia.
Saat itu, Dino mengatakan amat
susah mempromosikan Indonesia di
dunia internasional. Namun, sejak
SBY memimpin, Indonesia lambat laun
dipandang sebagai negara teladan.
Bahkan dipuji dan diapresiasi orang.
’’Sebagai bukti, ketika terjadi
gelombang transisi demokrasi
di Timur Tengah (Arab Spring),
Indonesia dijadikan contoh. Saat
konflik di Myanmar, rakyat sana juga
mengidolakan seperti Indonesia.
Termasuk di Thailand,’’ katanya.
Menurut Dino, keberhasilan
SBY adalah bisa membuktikan
bahwa demokrasi dan ekonomi bisa
sama-sama kuat. Bahkan, selama
kepemimpinan SBY, menjamur
strategic partnership, sebuah hubungan
kemitraan yang lebih dari hubungan
biasa.
’’Ada kerjasama lebih nyata dengan
semua negara besar,’’ ucapnya.
Meski begitu, Dino mengatakan
pemerintahan ke depan perlu memiliki
buku putih hubungan internasional
untuk mengukuhkan apa yang sudah
dibangun SBY.
’’Perlu ada buku putih. Kalau tidak
arahnya tak jelas,’’ ujarnya.
Dino sendiri pernah punya pengala
man ketika berupaya memper enalkan
k
kebijakan. ’’Susah untuk koheren
dan sinkron dengan kementerian lain.
Sebab, terkadang mereka tak ada
konteks global,’’ katanya.
Pentingnya buku putih juga
didukung Ramadhan Pohan. Menurut
dia, buku putih penting untuk
merumuskan semua kebijakan luar
negeri dari berbagai bidang.
Saat ini, kata Ramadhan, setidaknya
ada 14 perjanjian bilateral strategis
yang harus dimanfaatkan dengan baik.
’’Harus ada kemauan nasional untuk
menempatkan politik internasional
sebagai sesuatu yang strategis,’’
katanya.
Salah satu yang perlu didorong,
lanjut dia, adalah menambah anggaran
untuk Kemlu yang saat ini hanya Rp 5,3
trilun.
’’Anggaran itu hanya
seperduabelasnya anggaran Jokowi
(DKI Jakarta) atau seperempatnya
anggaran Kementerian Ag