GARDU ASPIRASI (GARASI) EDISI 51 / APRIL 2014 | Page 19

dalam satu semester terakhir kepemimpinan SBY merupakan periode kritis. Apalagi negara-negara tetangga mulai berulah dengan mencoba mengganggu Indonesia dengan persoalan-persoalan kecil. Australia misalnya, melakukan spionase dan pelanggaran batas laut, negara tetangga Asean memulangkan TKI secara mendadak, termasuk sikap Singapura yang memprotes penamaan kapal perang. ’’Kalau tak disikapi dengan serius, politik luar negeri Indonesia bakal babak belur,’’ tambahnya. Di sisi lain, diplomat senior Dino Patti Djalal, mengakui politik luar negeri yang dijalankan SBY sangat baik. Mantan Dubes RI di Amerika Serikat itu, berharap selain melanjutkan program SBY, ada perhatian juga untuk Kementerian Luar Negeri. Persoalan anggaran, kata dia, adalah masalah yang perlu diperhatikan. ’’Ada budaya di Kemlu tak mau meminta lebih banyak. Begitu ada, penyerapannya hanya 60 persen,’’ kata Dino, yang juga maju sebagai peserta Konvensi Capres Partai Demokrat ini. Selama 10 tahun belakangan, kata Dino, profil Indonesia di dunia internasional sangat bagus. ’’Pada 14 tahun lalu, Indonesia dipandang Amerika dan dunia internasional sebagai bangsa pesakitan. Semua yang dilakukan salah dan tak beres karena banyak persoalan dan kekerasan,’’ kata dia. Saat itu, Dino mengatakan amat susah mempromosikan Indonesia di dunia internasional. Namun, sejak SBY memimpin, Indonesia lambat laun dipandang sebagai negara teladan. Bahkan dipuji dan diapresiasi orang. ’’Sebagai bukti, ketika terjadi gelombang transisi demokrasi di Timur Tengah (Arab Spring), Indonesia dijadikan contoh. Saat konflik di Myanmar, rakyat sana juga mengidolakan seperti Indonesia. Termasuk di Thailand,’’ katanya. Menurut Dino, keberhasilan SBY adalah bisa membuktikan bahwa demokrasi dan ekonomi bisa sama-sama kuat. Bahkan, selama kepemimpinan SBY, menjamur strategic partnership, sebuah hubungan kemitraan yang lebih dari hubungan biasa. ’’Ada kerjasama lebih nyata dengan semua negara besar,’’ ucapnya. Meski begitu, Dino mengatakan pemerintahan ke depan perlu memiliki buku putih hubungan internasional untuk mengukuhkan apa yang sudah dibangun SBY. ’’Perlu ada buku putih. Kalau tidak arahnya tak jelas,’’ ujarnya. Dino sendiri pernah punya pengala­ man ketika berupaya memper­ enalkan k kebijakan. ’’Susah untuk koheren dan sinkron dengan kementerian lain. Sebab, terkadang mereka tak ada konteks global,’’ katanya. Pentingnya buku putih juga didukung Ramadhan Pohan. Menurut dia, buku putih penting untuk merumuskan semua kebijakan luar negeri dari berbagai bidang. Saat ini, kata Ramadhan, setidaknya ada 14 perjanjian bilateral strategis yang harus dimanfaatkan dengan baik. ’’Harus ada kemauan nasional untuk menempatkan politik internasional sebagai sesuatu yang strategis,’’ katanya. Salah satu yang perlu didorong, lanjut dia, adalah menambah anggaran untuk Kemlu yang saat ini hanya Rp 5,3 trilun. ’’Anggaran itu hanya seperduabelasnya anggaran Jokowi (DKI Jakarta) atau seperempatnya anggaran Kementerian Ag