FOCUS
kehilangan slot orbit yang berharga di
lingkaran khatulistiwa.
Administrasi kewajiban iktikad baik
(administrative due delligent) bermakna
bahwa setiap permohonan pendaftaran atas
penggunaan GSO dikenakan kewajiban
administrasi berupa adanya kesiapan teknis
dan kesiapan finansial. Kesiapan teknis
dibuktikan dengan kontrak pengadaan
peluncuran dan satelit, sedangkan kesiapan
finansial adalah dibuktikan dengan alokasi
keuangan yang disediakan dalam kontrak
tersebut. Kewajiban ini harus dibuktikan
paling lambat dua tahun sebelum satelit
diluncurkan. Namun kondisi inipun masih
menjadi masalah baik terkait masalah
durasi waktu dan juga masalah beban biaya
yang dikenakan pada operator satelit,
akibatnya masih tidak sesuai dengan prinsip
efficiently and economicallyā€¯. Sedangkan
pemaknaan taking into account the special
needs of the developing countries and the
geographical situation of particular
countries ada yang mengindikasikan bahwa
bukan termasuk Indonesia, Dengan alasan
bahwa Indonesia bukan termasuk negara
berkembang dan rumusan ini adalah untuk
negara-negara yang kurang beruntung yang
dimaknai sebagai negara yang tidak
mungkin melayani telekomunikasi secara
terrestrial, atau dalam arti telekomunikasi
satelit merupakan satu-satunya pilihan bagi
negara tersebut, misalnya negara di gurun
pasir dan kutub.
Usulan Posisi Indonesia
Indonesia pada awalnya bersama dengan 7
negara khatulistiwa lainnya menuntut hak
kedaulatan atas GSO, namun di dalam
negeri, dalam Posisi Dasar RI 1979 dimuat 3
tingkat perjuangan atas penggunaan GSO
yaitu (i) Kedaulatan, (ii) Hak berdaulat dan
(iii) Hak preferensi. Dengan Indonesia
meratifikasi Treaty on Principles Governing
the Activities of States in the Exploration and
Use of Outer Space, Including the Moon and
Other Celestial Bodies, 1967 atau yang
EQUATORSPACE.COM
EQUATORSPACE.COM
dikenal dengan Outer Space Treaty, 1967
dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Pengesahan
Traktat Antariksa berarti Indonesia mengakui
bahwa GSO adalah bagian dari antariksa dan
tidak berlaku tuntutan kedaulatan dalam
bentuk apapun atas GSO. Namun dalam
pembahasan di UNCOPUOS Indonesia selalu
bersama negara berkembang lainnya
menyampaikan pernyataan yang intinya dapat
dikatakan tuntutan terhadap kesepakatan
atau Regulasi ITU yang menyepakati kata
ketiga dari persoalan inti di atas yaitu taking
into account the special needs of the developing
countries and the geographical situation of
particular countries. Di samping munculnya
persoalan-persoalan lain dalam penerapan
ketentuan ITU untuk penggunaan GSO
sebagaimana diungkap di atas, yang dikemas
dalam tuntutan perlunya GSO diatur dalam
rezim hukum khusus, selain masalah
kejenuhan dan penggunaan jangka panjang
orbit GSO.
Khusus bagi Indonesia, saat ini sudah
menempatkan 19 satelit di GSO dan
diantaranya 7 satelit yang masih aktif. Posisi
penggunaan ini dipandang sebenarnya sudah
melebihi jatah yang ditetapkan oleh aturan
penggunaan ITU yaitu satu slot orbit (planned
band) dan tambahan (unplanned band).
Namun apabila dilihat jumlah penduduk yang
harus dilayani sekitar 265 juta jiwa serta
wilayah yang harus dicakup yang bersifat
kepulauan (archipelagic states) sehingga tidak
dapat, atau sangat mahal apabila harus
dilayani dengan sistem komunikasi terestrial,
maka kebutuhan slot orbit yang dapat
melayani Indonesia serta tersedia pada saat
dibutuhkan adalah mutlak bagi Indonesia. Hal
ini dapat dijadikan argumentasi dalam
konteks rumusan penggunaan yang rasional.
Kekurangan jumlah penggunaan GSO oleh
Indonesia dapat dibuktikan dengan adanya 34
satelit asing yang beroperasi dan
8
8