menjadi keran yang siap minum.
B endungan yang menjadi kiblat
bendungan dunia berada di negara
Belanda sebagai sebuah bukti eksistensi
kegigihan bangsa untuk bertahan serta
menunjukkan posisinya yang tidak
strategis ini tetap bertahan pada peta
dunia. Banjir rob (akibat pasang air laut
dimana daratannya lebih rendah dari
permukaan air laut) pernah terjadi di
Rotterdam. Kerusakan lingkungan
semakin bertambah dari waktu ke waktu.
Deretan akibat dirasakan langsung oleh
manusia seperti gatal, sesak nafas, banjir
ketika hujan, kekeringan saat kemarau.
Fenomena penurunan muka tanah (land
subsidence) terjadi disini. Kota Rotterdam
yang merupakan kota terbesar kedua
setelah Amsterdam. Elevasi muka tanah
jauh berada dibawah muka air laut
(Sungai Rhine, +2,2 SWL, sea water level),
yaitu daratan terendah adalah -7 m SWL.
Sehingga selisih muka ir laut dan darat
adalah 9.2 m. lalu bagaimana mereka
dapat hidup secara bebas dan aman dari
banjir, yaitu dengan sistem polder.
Sistem polder adalah sebuah cara
melindungi daratan yang memiliki
permukaan lebih rendah daripada
permukaan laut dengan komponennnya
antara lain tanggul laut, sistem drainage
dan sewerage, kolam retensi, sistem
perpompaan. Sebuah konsep yang
sungguh dapat diaplikasikan di ibukota
Indonesia, Jakarta. Namun bukan dengan
kons e p s i y ang s el ama i ni a k an
direalisasikan yaitui dengan konsep
pembanguna Giant Seawall (GSW),
dimana akan menutup teluk Jakarta.
Solusinya tidak lain adalah dengan
membuat perkuatan tanggul dan sungai di
daerah yang mengalami penurunan muka
tanah. Dengan konsep ini air dari sungai
hulu Jakarta mengalir dengan gravitasi
tanpa bantuan pompa raksasa (jika
menggunakan GSW). Air hujan cukup
dipompa di derah yang mengalami
penurunan muka tanah dengan kapasitas
pompa yang jauh lebih kecil. Nelayan
beserta sumber daya ekonomi teluk
Jakarta dapat dipertahankan, PLTU
Muara Karang tidak perlu dipindahkan
sehingga tetap dapat beroperasi,
mangrove pun tetap dapat tumbuh subur.
Dengan konsep GSW justru akan
memperparah risiko banjir Jakarta karena
biaya operasional yang tinggi sekitar 500
milyar rupiah pertahun karena harus
memompa ir juga dari hulu (Bogor,
Cipanas, depok, dan lain-lain). Daerah
yang mengalami hanya sekitar 1/15 dari
tangkapan hulu, sehingga dengan GSW
membutuhkan pompa dengan kapasitas
15 kali lebih besar. Dengan konsep GSW
setidaknya butuh pompa dengan
kapasitas 1050 m 3 /detik. Padahal kondisi
saat ini pompa kapasitas 30 m 3 /detik saja
yang dioperasikan di Jakarta sering macet.
Padahal jika Teluk Jakarta tidak ditutup
pompa 100 m 3 /detik sudah cukup untuk
mengendalikan banjir di daerah
Edumedia Edisi Desember 2016 - 34