Edumedia Edisi 1 Edumedia | Page 33

menjadi keran yang siap minum. B endungan yang menjadi kiblat bendungan dunia berada di negara Belanda sebagai sebuah bukti eksistensi kegigihan bangsa untuk bertahan serta menunjukkan posisinya yang tidak strategis ini tetap bertahan pada peta dunia. Banjir rob (akibat pasang air laut dimana daratannya lebih rendah dari permukaan air laut) pernah terjadi di Rotterdam. Kerusakan lingkungan semakin bertambah dari waktu ke waktu. Deretan akibat dirasakan langsung oleh manusia seperti gatal, sesak nafas, banjir ketika hujan, kekeringan saat kemarau. Fenomena penurunan muka tanah (land subsidence) terjadi disini. Kota Rotterdam yang merupakan kota terbesar kedua setelah Amsterdam. Elevasi muka tanah jauh berada dibawah muka air laut (Sungai Rhine, +2,2 SWL, sea water level), yaitu daratan terendah adalah -7 m SWL. Sehingga selisih muka ir laut dan darat adalah 9.2 m. lalu bagaimana mereka dapat hidup secara bebas dan aman dari banjir, yaitu dengan sistem polder. Sistem polder adalah sebuah cara melindungi daratan yang memiliki permukaan lebih rendah daripada permukaan laut dengan komponennnya antara lain tanggul laut, sistem drainage dan sewerage, kolam retensi, sistem perpompaan. Sebuah konsep yang sungguh dapat diaplikasikan di ibukota Indonesia, Jakarta. Namun bukan dengan kons e p s i y ang s el ama i ni a k an direalisasikan yaitui dengan konsep pembanguna Giant Seawall (GSW), dimana akan menutup teluk Jakarta. Solusinya tidak lain adalah dengan membuat perkuatan tanggul dan sungai di daerah yang mengalami penurunan muka tanah. Dengan konsep ini air dari sungai hulu Jakarta mengalir dengan gravitasi tanpa bantuan pompa raksasa (jika menggunakan GSW). Air hujan cukup dipompa di derah yang mengalami penurunan muka tanah dengan kapasitas pompa yang jauh lebih kecil. Nelayan beserta sumber daya ekonomi teluk Jakarta dapat dipertahankan, PLTU Muara Karang tidak perlu dipindahkan sehingga tetap dapat beroperasi, mangrove pun tetap dapat tumbuh subur. Dengan konsep GSW justru akan memperparah risiko banjir Jakarta karena biaya operasional yang tinggi sekitar 500 milyar rupiah pertahun karena harus memompa ir juga dari hulu (Bogor, Cipanas, depok, dan lain-lain). Daerah yang mengalami hanya sekitar 1/15 dari tangkapan hulu, sehingga dengan GSW membutuhkan pompa dengan kapasitas 15 kali lebih besar. Dengan konsep GSW setidaknya butuh pompa dengan kapasitas 1050 m 3 /detik. Padahal kondisi saat ini pompa kapasitas 30 m 3 /detik saja yang dioperasikan di Jakarta sering macet. Padahal jika Teluk Jakarta tidak ditutup pompa 100 m 3 /detik sudah cukup untuk mengendalikan banjir di daerah Edumedia Edisi Desember 2016 - 34