Cakrawala Edisi 426 | Page 69

benarkah sang gadis tidak tahu bahwa sang arjuna yang hendak merebut cintanya itu adalah seorang perwira muda Angkatan Laut. Masih soal cerita asmara yang membuat pembaca tersenyum, bagaimana sang gadis yang ingin meyakinkan Arjunanya harus mengendap-endap ‘mencuri’ KTP-nya agar bisa melihat kolom status perkawinannya. Semua cerita itu dikemas menarik dengan bahasa bertutur yang tidak rumit dipahami pembacanya. Penulis sepertinya paham betul, bahwa cerita-cerita asmara, yang ringan, lucu dan menggelitik dalam sebuah biografi menjadi bunga-bunga yang diminati pembaca. Karenanya wajar saja cerita perjalanan cinta sang tokoh diulas panjang lebar dari awal sampai akhir hingga memenuhi hampir 24 halaman (84-110). Meski disajikan ringan, tetapi sama sekali tidak mengesankan bahwa isi buku ini ringan. Buku ini termasuk kelas berat tetapi disajikan secara ringan. Dan itu merupakan keberhasilan tokoh yang ditulis maupun penulisnya. Buku yang didominasi warna sampul biru dengan foto abu-abu sebagai ciri khas Angkatan Laut itu dicetak dengan kualitas terbaik (lux). Sampulnya dibuat hard cover, yang umum untuk buku-buku kualitas baik. Tapi tidak berarti buku yang sampulnya biasa kalah kualitasnya. Kertas buku juga berkelas dan bisa dibilang berkualitas terbaik sehingga gambar foto berwarna yang ditampilkan menjadi cerita hidup. Tata letak gambar yang dibuat apik membuat lay out buku menjadi pas, tidak ada kesan gambar norak, dibuat-buat atau dipaksakan karena kekurangan naskah atau naskah yang tanggung sehingga ditutup dengan memainkan foto-foto. Keberhasilan lay out gambar ini juga bisa membuat pembaca tidak lelah menatap tulisan. Apalagi jenis huruf dalam biografi ini agak kurus dan kecil sehingga foto-foto yang ditampilkan bisa menjadi ‘rest area’ mata pembaca untuk sesaat. Gatot Suwardi bisa dibilang, hanya sedikit dari prajurit yang menapaki kariernya cemerlang sejak tamat pendidikan militer hingga mencapai pangkat terakhir sebagai Laksamana Madya. Angan-angannya menjadi seorang penerbang merasuk sejak menjadi Letnan Muda (hal-64) hingga mengalahkan keinginan lainnya. “Menjadi pilot itu keren,” kata Gatot muda saat bertemu temannya yang jadi pilot. Awalnya Gatot memang berdinas di kapal perang, tapi pada 1959 ada panggilan untuk mengikuti seleksi sebagai penerbang. Semula Komandan KRI Bubara tidak mengijinkan Gatot memenuhi panggilan itu, alasannya kapal masih dalam status operasi dan berada di luar pangkalan. Tapi akhirnya dia diizinkan. Dari hasil seleksi itu, hanya dua orang yang dinyatakan lulus sebagai calon penerbang dan Gatot salah satunya. Sedangkan satu lagi teman satu angkatan di AAL yang juga teman di masa SMA-nya Letnan Soemartojo. Setelah dinyatakan lulus dia harus melakukan medical chek up di pangkalan udara Amerika Serikat di Subic Bay, Philipina. Keduanya dinyatakan lulus dan memenuhi syarat untuk mengikuti pelatihan di Amerika Serikat. (hal-65). Tidak hanya di laut dan di udara, Gatot pun harus ‘berlabuh’ di daratan saat dia diangkat menjadi Panglima Daerah Angkatan Laut (Pangderal IV). Dalam struktur Angkatan Laut, jabatan ini memang bagian dari AL, tetapi tugas terberatnya adalah saat harus ‘bertemu’ dengan masyarakat. Tidak hanya sekadar bertemu tetapi bisa dibilang harus berhadapan dengan masyarakat ketika dia harus mengembalikan kepemilikan lahan 300 hektar Angkatan Laut yang dikuasai oleh masyarakat. Meski sempat terjadi ketegangan akhirnya jalan terbaik bisa diambil hingga tanah milik Angkatan Laut itu bisa dikembalikan (hal156-161). Tuntas menjadi tentara, tidak berarti berhenti bekerja. Mantan Pangarmatim itu sudah ditunggu jabatan lain sebagai Duta Besar. Gatot Suwardi menjadi Duta Besar Thailand dan dijabatnya selama tiga tahun empat bulan atau berakhir pada 1992 (hal-179). Setelah melapor presiden Soeharto kala itu, usai bertugas sebagai Dubes Thailand, Gatot diminta membantu dalam pelaksanaan tugas program-program gerakan non blok dimana Soeharto menjadi ketuanya. Selesai tugas membantu Presiden, Gatot kembali di mana menjadi Duta Besar India 1996. Di tempat tugas inilah Gatot mendapat kesan yang mengharukan. Dia dikunjungi mantan Kepala Staf Angkatan Laut India. Ternyata orang tokoh India ini pernah berkunjung ke Indonesia dan Gatot Suwardi yang saat itu masih berpangkat Letkol ditunjuk mendampingi selama di Indonesia. (hal-183) Tahun 1999 Gatot mengakhiri masa jabatannya bertepatan dengan bergulirnya reformasi. Bersama sejumlah mantan duta besar lain dia baru melaporkan berakhirnya masa tugas kepada Presiden Abdurahman Wahid. ©Infra Cakrawala Edisi 426 Tahun 2015 69