masyarakat normal di daratan, maka mata pencaharian yang untuk juga melaut di kapal juragan yang sama. Upah sang
dianggap paling tepat adalah bekerja sebagai pelaut atau ABK anak, disetor kepada juragan sebagai angsuran membayar
hutang biaya khitan.
perikanan.
Sebetulnya banyak negara, termasuk di Eropa, yang Dengan demikian maka tampaklah, bahwa kunci untuk
memang dengan sengaja menerapkan sistem penyaluran para memecahkan masalah sisi gelap realitas budaya maritim
mantan narapidana, ditempatkan ke dunia kerja penangkapan yang sebetulnya mulia, tidaklah sederhana. Pertama, adalah
ikan di laut. Negara tersebut memiliki kapal yang berfungsi penataan pola kerja di atas kapal, disertai dengan pengawasan
sebagai kapal latih guna mendidik teknik penangkapan ikan di yang tegas dan efektif. Pola bagi hasil harus diatur dengan
laut, bagi para narapidana yang sudah hampir berakhir masa baik, sesuai dengan kondisi profesi nelayan yang tidak ringan,
hukumannya. Kapal tersebut memiliki ruangan tidur berjeruji bekerja dua puluh empat jam, dan penuh resiko. Kiranya
besi, sebagaimana halnya di penjara. Budaya Tekong di kapal berbeda dengan bagi hasil para pekerja di “daratan”. Akan
ikan banyak juga dijumpai pada kapal ikan Cina, ataupun lebih baik lagi bila Konvensi Bekerja di Sektor Perikanan
kapal-kapal kawasan Indo Cina da